Seni Busana Jawa

Busana Abdi Dalem Kraton Yogyakarta
Busana Abdi Dalem Kraton Yogyakarta
Seni busana Jawa bersumber pada seni busana yang ada dikaraton ,dibedakan menjadi dua jenis, yaitu :
1. Seni busana untuk putra
2. Seni busana untuk putri.

A. Seni Busana Putra
Busana putra bagi karaton Surakarta dapat dikatakan sebagai pengagemen kejawen Surakarta atau juga disebut busana Jawi Jangkep. Berdasarkan keperluaannya, busana Jawi Jangkep dibedakan menjadi dua yaitu :
1. Pakaian harian (padintenan) warna bukan hitam
2. Pakaian bukan harian (sanes padintenan) yaitu pakaian untuk upacara dan warnanya selalu hitam.
Adapun yang menjadi kelengkapan busana Jawi Jangkep, khusus bagi busana pria adalah sebagai berikut :
1. Destar (Ikat belangkon) dan kuluk
2. Rasukan krowok artinya berlubang dibelakang sebagai tempat keris, yang jenisnya ada 5 macam :
  • Atelah : kancing baju ditengah dari leher ke bawah
  • Beskap : kancing baju di kanan dan kiri
  • Takwa : seperti beskap yang bagian bawah lancip memanjang
  • Langenharjan : seperti beskap tetapi di depan seperti jas-bukak
  • Sikepan : seperti atelah tetapi kancing baju tidak dimasukkan dan didalam memakai rompi berwarna putih.
3. Sabuk : semacam setagen
4. Epek, timang, dan lerep : semacam ikat pinggang
5. Nyamping : kain
6. Wangkingan atau keris
7. Lambaran suku atau selop/canela
Perlengkapan Busana Jawi Jangkep bagi kerabat karaton ada aturan yang disesuaikan dengan kedudukan dan kepangkatan. Adapun aturan yang dimaksud secara garis besar antara lain sebagai berikut :
1. Dhestar, kuluk
Bagi abdi dalem jajar sampai dengan bupati dhestarnya harus menggunakan kuncung dan mondholannya cekok. Akan tetapi bagi tiya Nginggil sampai dengan Pangeran Putra dhestarnya tidak memakai kuncung dan mondholannya jebehan. Kuluk untuk keperluan khusus misalnya untuk Raja dan Pengantin Karaton.
2. Rasukan Krowok
Bagi abdi dalem jajar sampai dengan bupati, Santana Panji dan Riyo Ngandhap busananya atelah, akan tetapi bagi santana dalem Riyo Nginggil Pangeran Wayah dan Pangeran.
3. Sabuk
Khusus sabuk yang tergolong cindhe hanya untuk raja.
4. Epek
Untuk para pangeran putra, pangeran sentana dan Riyo Nginggil diperkenankan memakai sabuk yang bermotif untu walang berbordir, dan abdi dalem selain itu epeknya polos.
5. Nyamping
Khusus kain yang bermotif lereng hanya boleh dipakai oleh pangeran wayah dan pangeran putra. Bagi abdi dalem motif lereng tersebut tidak diperkenankan memakainya.
Busana Jawi Jangkep yang merupakan tradisi Jawa ini mencerminkan adanya suatu pandangan bahwa: Ajining raga ana busana yang berarti ‘harga diri seseorang dapat tercerminkan pada busana’. Hal yang demikian diperhatikan dalam lingkungan karaton. Hal ini berdasarkan pertimbangan bahwa masalah busana juga termasuk dalam tatakrama.
Untuk busana Jawa ini memiliki prospek yang cerah, sebab bagi masyarakat Jawa khususnya Surakarta, dalam kegiatan upacara adat misalnya upacara perkawinan ada kecenderungan untuk memakai Jawa dan bagi masyarakat ada kebanggaan untuk memakai busana itu.
Keadaan yang demikian dapat dikatakan sebagai usaha melestarikan kebudayaan Karaton Surakarta Hadiningrat.
Sehubungan dengan kelengkapan busana yang telah disebutkan, di Karaton Surakartaada beberapa model busana. Model busana itu merupakan sebuah kostum yang menunjukkan identitas pemakainya.
Adapun model busana yang dimaksud adalah sebagai berikut:
1. Cothan
2. Chotan Sikepan Cekak
3. Sikepan Cekak
4. Prajuritan Truno Kembang
5. Beskap
6. Beskap Kembang
7. Takwa
8. Dhotdhot Gedhedheran Sikepan Ageng
9. Langenharjan
10. Busana Pengantin Putra Basahan.
Model-model busana tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Putra Cothan
Busana ini dikenakan oleh para putra raja sebelum mereka dewasa pada setiap upacara Pasowanan. Busana ini tanpa baju/bagian atas. Mereka mengenakan pakaian batik berpola parang seperti Parangbarong, ikat pinggang lebar, gesper ikat pinggang dan kalung ulur.
2. Busana Cothan Sikepan Cekak
Busana ini dikenakan oleh para pangeran yang memakai Sikepan berwarna putih, rompi putih di bagian dalam, kalung, tanpa dhestar. Busana ini dikenakan untuk mengiringi pengantin pria.
3. Pangeran Sikepan Cekak
Busana ini dikenakan oleh putra raja yang dinobatkan menjadi pangeran. Busana ini juga dikenakan dalam upacara untuk memperingati ulang tahun penobatan sang raja dan dalem upacara pernikahan para putra dan putri raja. Busana ini terdiri atas dhestar, beskap, sikepan dengan rompi, lencana di bagian dalam, kalung ulur, pakaian batik pola parang, ikat pinggang, ikat pinggang lebar, gesper ikat pinggang dan boro.
4. Pangeran Prajuritan : Truno Kembang
Dalam kesempatan parade serdadu Karaton, para pangeran mengenakan busana Prajuritan. Busana ini terdiri atas kuluk, sikepan cekak dengan rompi di bagian dalamnya. Busana prajuritan ini dilengkapi dengan kalung ulur, ikat pinggang, kain celup, ikat pinggang lebar, gesper ikat pinggang keris dan anggar, pantalon panjen dan cancutan.
5. Pangeran Beskap Kembang
Busan aini dikenakan oleh para pangeran. Busana Beskap Kembang dilengkapi dengan dhestar biru, ikat pinggang, ikat pinggang lebar, gesper ikat pinggang. Busana ini dikenakan pada upacara Pasowanan pada malam hari.
6. Putra Dhodhot Gedhedheran Sikepan Ageng
Dhotdhot Gedhedheran dikenakan oleh para pangeran dalem kesempatan Festival Grebeg Mulud. Mereka juga mengenakan Kuluk Mathak, Sikepan Ageng yang disulam dengan benang keemas-emasan, selop, keris, ikat pinggang, ikat pinggang lebar, gesper ikat pinggang, kalung ulur, pantalon celup dengan Dhodhot Ageng Gedhedheran. Busan aini juga dikenakan dalam upacara-upacara pernikahan.
7. Putra Langenharjan
Menurut sejarah, busana Langenharjan diciptakan oleh Mangkunegaran VII ketika beliau menghadap Sri Susuhunan Paku Buwana IX di Pesanggrahan Langenharjan. Nam aLangenharjan diberikan oleh Sri Susuhunan Paku Buwana IX pada busana yang diciptakan oleh Sri Paduka Mangkunegara. Dewasa ini busana Langenharjan dikenakan oleh pengantin pria selama upacara Sang-keran. Dalam tradisi perkawinan Jawa, busana ini dikenakan oleh pengantin pria dan dikenal sebagai busana Langenharjan.

B. Seni Busana Putri
Busana Putri bagi karaton Surakarta merupakan busana tradisional Jawa yang mencerminkan putri karaton. Istilah putri karaton ini mengisyaratkan adanya makna keibuan, keanggunan, kelembutan, kesopanan, dan sejenisnya, dan bukanlah mengisyaratkan makna yang sebaliknya. Sama halnya dengan busana putra, busana putri juga disesuaikan dengan kedudukan atau kepangkatan bagi pemakainya.
Kelengkapan busana putri karaton Surakarta adalah sebagai berikut :
1. Ungkel atau sanggul
2. Kebayak
3. Semekan
4. Setagen
5. Januran dan Slepe mirip epek dan timang (busana putra)
6. Kain panjang (sinjang dan dhodhotan) atau nyamping
Kelengkapan busana tersebut pemakainya disesuaikan dengan umur, kepangkatan dan keperluannya. Sehubungan dengan hal tersebut di karaton Surakarta dikenal adanya jenis atau model busana putri sebagai berikut :
1. Sabuk Wala
2. Sabuk Wala Kebayak Cekak
3. Dhodhot Ageng Ngumbar Kunca
4. Semekan kancing Wingking
5. Pincung Kencong
6. Bedhaya Dhodhot Klembrehan
7. Kebaya Cekak
8. Kebaya panjang
9. Busana pengantin Putri Basahan
Model-model busana tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Putri Sabukwala
Busana ini terdiri atas pakaian pola dringin dengan slepe, ukel welah sawelit, cunduk jungkat, cunduk mentul, kalung, anting-anting, gelang dan cincin. Busana ini juga dikenakan untuk mengiringi pengantin wanita.
2. Putri Sabukwala Kebaya Cekak
Busana ini dikenakan oleh para putri raja pada upacara tetesan dan supitan. Para putri raja mengenakn busana ini dengan pakaian Kebaya Cekak gesper penuh hiasan, slepe, ukel welah sawelit, dilengkapi dengan kokar, cunduk Jungkat, cunduk mentul dengan asesoris.
3. Putri Dhodhot Ageng Ngumbar Kunca
Dalam kesempatan Festival Garebeg Maulud di karaton, para putri raja yang sudah menikah mengenakan busana Ngumbar Kunco, konde Ukel Ageng yang dihiasi dengan kembang Banguntulak, dilengkapi dengan borokan, untaian bungan melati, cunduk jungkat, anting-anting berbentuk Brumbungan, kalung, gelang, kain batik celup. Diatasnya dikenakan selendang, ikat pinggang, pending dan slepe.
4. Putri Semekan Kancing Wingking
setiap hari Senin dan Kamis ketika para putri raja menghadap raja, mereka mengenakan busana Semakan Kancing Wingking dan pakaian batik pola parang, misalnya: parang Baris dengan busana semekan pola dringin yang bagian belakangnya dikancing dengan peniti. Konde Ukel Ageng mereka dihiasi daun pandan. Busana ini dikenakan oleh para putri raja ke suatu tempat yang disebut Sangkeran. Untuk upacara pernikahan, mereka mengenakan kalung, gelang, anting-anting, cunduk jungkat, cincin.
5. Putri Pinjung Kencong
Busana ini dikenakan oleh para putri raja yang telah berusia lebih dari 8 tahun, sebelum mereka menginjak dewasa. Para putri raja mengenakan pakaian celup, mekak, dan Ukel Welah Sawelit dilengkapi dengan kokar cunduk jungkat, cunduk mentul dan perhiasan lengkap.
6. Bedhaya Dhodhot Klembrehan (Ampil-ampil Miyos Bakda)
Busana ini dikenakan oleh para pembantu wanita dari pejabat tinggi istana selama upacara besar karaton. Mereka mengiringi raja dan membawa harta milik raja.
7. Putri Kebaya Cekak
Dalam kesempatan mendampingi raja untuk menyambut tamu-tamu penting di Karaton, para putri raja yang masih lajang dan sedang tumbuh dewasa mengenakan kebaya Cekak yang disulam dengan benang keemas-emasan, dilengkapi dengan konde ukel ageng yang dihiasi dengan daun pandan, mengenakan pakaian batik berpola parang (seperti Parangkusumo), kalung, anting-anting, cunduk jungkat, gelang.
8. Putri Kebaya Panjang
Dalam kesempatan Pasowanan besar, para putri raja yang telah menikah mengenakan Kebaya Panjang, konde berbentuk ukel ageng banguntulak, dihiasi bunga melati, borokan asesoros dan cunduk jungkat. Kebaya Panjang ini dilengkapi dengan setumpuk bros, kalung, anting-angting dan gelang. Busana ini juga dikenakan dalam upacara pernikahan.

C. Busana Pengantin
1 Busana Pengantin Pria
Pengatin pria mengenakan pantalon merah dengan pakaian pola alas-alasan, ikat pinggang lebar, gesper ikat pinggang berbentuk biji jagung, kalung ulur dan mengenakan Kuluk Mathak.
2 Pengantin Wanita
Pengantin wanita mengenakan pakaian batik berwarna merah, pada bagian luar mengenakan dodot berpola alas-alasan, konde berbentuk mangkok terbalik dengan krukup, dihiasi dengan kembang melati berbentuk biji ketimun, cunduk metul, asesoris, borokan dan beberapa untaian kembang melati.