Batik Tradisional Indonesia

Batik tradisional Indonesia merupakan kebudayaan khas bangsa Indonesia yang secara historis sudah dikenal sejak abad XVII yang tertulis dan dilukis pada daun lontar. Saat itu motif dan pola batik tradisional Indonesia masih didominasi oleh bentuk binatang dan tanaman. Namun dalam perkembangannya batik tradisional Indonesia mengalami perkembangan corak, ragam dan motif. Disamping itu, keanekaragaman budaya bangsa Indonesia yang demikian kaya telah mendorong lahirnya berbagai corak dan jenis batik tradisioanal dengan ciri kekhususannya sendiri.
Perkembangan batik tradisional Indonesia sehingga menjadi milik rakyat Indonesia dan khususnya suku Jawa ialah setelah akhir abad 18 atau awal abad 19. Batik yang dihasilkan pada saat itu adalah batik tulis sampai awal abad XX, kemudian batik cap baru dikenal setelah Perang Dunia I atau sekitar 1920. pada awalnya membatik hanyalah pekerjaan kaum wanita dalam rumah tangganya untuk mengisi waktu senggang. Selanjutnya, batik yang tadinya hanya pakaian keluarga istana kemudian menjadi pakaian rakyat yang digemari baik wanita maupun pria.
Batik dapat didenifisikan sebagai cara pembuatan bahan kain, Selain itu definisi batik juga bisa mengacu pada dua hal: 
  • Teknik pewarnaan kain dengan menggunakan malam, teknik ini adalah salah satu bentuk seni kuno yang berguna untuk mencegah pewarnaan sebagian dari kain. Dalam literatur internasional, teknik ini dikenal sebagai wax-resist dyeing.  
  • Kain atau busana yang dibuat dengan teknik tersebut, termasuk penggunaan motif-motif tertentu yang memiliki kekhasan.
Warga Belanda Tempo Doeloe Menggunakan Batik
Dalam Perkembangannya, ragam corak dan warna batik tradisional Indonesia dipengaruhi oleh berbagai pengaruh asing, khususnya dari pedagang asing (India, Arab, Tiongkok) dan Belanda/Jepang yang saat itu menduduki Indonesia. Pengaruh motif corak India dapat ditemui pada batik sembagi dan batik jlamprang.  Batik yang meniru pola dan motif chintz dan patola dipopulerkan oleh para pedagang arab dan Tionghoa untuk mengisi kekosongan pasar akan kebutuhan kain patola dan chintz akibat menurunnya perdagangan antara India dan Nusantara pada akhir abad 18. Pengaruh ragam dan corak budaya Tiongkok pada batik tradisional Indonesia juga bisa ditemui pada daerah pesisir seperti Indramayu, Cirebon, Pekalongan, lasem, dan Tuban. Pengaruh Warna-warna cerah seperti merah, dan motif/corak burung Hong, naga, singa, kura-kura, kilin, dewi-dewi. Batik tradisional tetap mempertahankan coraknya, dan masih dipakai dalam upacara-upacara adat. Pengaruh kebudayaan Eropa khususnya Belanda pada batik tradisional Indonesia mulai tumbuh dan berkembang antara tahun 1840-1940.  Hal ini dapat ditemui pada pola buketan (bouquet : rangkaian bunga), pada daerah pesisir khususnya daerah pekalongan dan sekitarnya.
Pembuatan Batik Tradisional Indonesia
Batik tradisional Indonesia dalam perkembangan lebih lanjut tidak hanya terbatas dalam ragam hias, corak, dan motifnya saja; tetapi juga dari cara pembuatannya. Oleh karenanya batik tradisional Indonesia berdasarkan cara pembuatannya dibagi menjadi:
Disamping itu batik tradisional Indonesia pada umumnya diproduksi terpusat hanya di beberapa daerah atau kota saja, dan pada setiap daerah tersebut memiliki ciri khas tersendiri.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa batik tradisional Indonesia mempunyai sejarah yang panjang, dan dengan berjalannya waktu telah mengalami perkembangan dan mengalami proses akulturasi budaya dari budaya aslinya. Batik tradisional Indonesia adalah warisan nenek moyang yang harus kita lestarikan bersama.  Salah satu upaya pelestarian yang bisa kita lakukan adalah dengan mencintai produk-produk batik tradisional Indonesia, produk bangsa Indonesia.