Batik Cirebon

Pengrajin Batik Tulis di Cirebon
Cirebon merupakan salah satu daerah penghasil batik di Jawa Barat yang memiliki kekuatan dalam penggambaran setiap motifnya. Hal ini disebabkan sejarah batik di Cirebon terkait erat dengan proses asimilasi budaya serta tradisi ritual religius. Sejarah batik Cirebon dimulai ketika Pelabuhan Muara Jati (Cirebon) menjadi tempat persinggahan pedagang Tiongkok, Arab, Persia, dan India. Dengan adanya persinggungan budaya yang berlainan tersebut, akhirnya banyak melahirkan pembauran baik asimilasi maupun interkulturasi yang satu sama lain saling mempengaruhi.
Secara geografis, Cirebon merupakan wilayah strategis yang letaknya berada di pesisir pantai utara Jawa. Kota ini merupakan tempat bertemunya berbagai kebudayaan.  Dalam buku Purwaka Caruban Nagari yang ditulis pada tahun 1720 disebutkan, berbagai bangsa sering mengunjungi pelabuhan Cirebon, yaitu: “orang Tiongkok, Arab, Parsi, India, Malaka, Tumasik, Pasai, Jawa Timur, Madura dan Palembang”. Awal mula penduduk Cirebon konon merupakan masyarakat pendatang dari kerajaan Galuh Pakuan, yang menetap dan mendirikan sebuah perkampungan nelayan. Kondisi perkampungan tersebut semakin lama terus berkembang dan pada akhirnya menjadi kerajaan Cirebon. Demikian pula dengan terjadinya migrasi penduduk dari Jawa Tengah ke Cirebon untuk mencari penghidupan baru. Hal ini menambah semarak dan beragamnya masyarakat yang bermukim di wilayah Cirebon.
Batik Cirebon Motif Taman Arum Sunyaragi 
Salah satu asimilasi dari berbagai pengaruh budaya tersebut dapat terlihat dalam perwujudan seni batik di Cirebon. Secara visual batik Cirebon memiliki banyak ragam dan corak yang menggambarkan betapa banyaknya pengaruh dari luar, baik mancanegara maupun daerah sekitar yang memiliki hubungan erat dengan Cirebon. Pengaruh dari luar yang tampak pada batik Cirebon berasal dari Tiongkok , Arab (dunia Islam) dan India (mitologi Hindu). Di antara tiga budaya tersebut, seni rupa Tiongkok memiliki pengaruh yang sangat besar. Hubungan erat antara Cirebon dengan Tiongkok terjadi karena para saudagar dari Tiongkok sering tinggal dan menetap di daerah ini. Selain itu banyak di antara orang Tiongkok yang menikah dengan penduduk setempat. Demikian pula dengan menikahnya Sunan Gunungjati dengan Oeng Tien, seorang putri dari kekaisaran Tiongkok memiliki dampak yang sangat besar pada bidang seni dan arsitektur di Cirebon. Hal ini misalnya, dapat dilihat dengan adanya ragam hias awan dan bebatuan yang terdapat di keraton Kasepuhan dan Taman Sunyaragi. Hal serupa terdapat pula pada motif kain batik, yang di antaranya pada batik motif Taman Arum.
Hubungan Cirebon sebagai daerah pelabuhan dengan daerah-daerah lainnya dengan para pendatang dari berbagai negeri yang membawa tata-nilai seni budaya telah menjadikan Cirebon mengalami suatu pembauran budaya baik secara internal dan eksternal. Hubungan perdagangan yang erat antara Cirebon dengan negeri Tiongkok, Arab, India (Hindu), telah pula menyebabkan kultur Cirebon berpadu dengan kulturkultur asing tersebut. Perpaduan budaya tersebut pada akhirnya telah membuahkan corak-corak cultural yang beragam pada kebudayaan Cirebon umumnya. Batik Cirebon memiliki keunikan dan kekuatan dalam penggambaran desain motifnya yang telah diakui masyarakat pencinta batik. Batik Cirebon sendiri termasuk golongan batik pesisir, namun sebagian batik Cirebon juga termasuk dalam kelompok batik kraton. Apabila dilihat dari sisi ragam hiasnya, maka batik Cirebon memiliki dua ragam hias, yakni batik pesisiran yang dipengaruhi budaya Tiongkok dan batik kraton yang banyak dipengaruhi oleh agama Hindu dan Islam.
Pengrajin Batik Trusmi - Cirebon
Cirebon merupakan salah satu sentra batik di pulau Jawa yang memiliki perjalanan panjang. Hal ini tidak bisa dipisahkan dari peran pusat pemerintahan (Keraton Cirebon) dan lingkungan sosial masyarakat penyangga tradisi membatik, seperti beberapa tempat produksi batik, yakni Kenduruan, Paoman, Trusmi, dan Kalitengah. Dari beberapa sentra seni kerajinan batik tersebut hanya di desa Trusmi yang masih bertahan hingga saat ini. Pengrajin batik Trusmi merupakan pemasok batik untuk memenuhi kebutuhan Keraton. Motif batik untuk keperluan ini memiliki makna filosofis. Di samping itu pengrajin batik Trusmi juga memproduksi batik gaya pesisiran untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Gaya ini lebih dinamis dalam mengikuti selera pasar tanpa harus memiliki makna filosofis.
Pertumbuhan dan perkembangan batik Cirebon yang memiliki kedua klasifikasi yaitu batik Pesisir dan batik kraton adalah bukti betapa uniknya batik Cirebon tersebut. Perkembangan batik Cirebon dalam kurun waktu 10 tahun belakangan ini cukup melonjak dari sisi jumlah (Data Yayasan Batik Jawa Barat). Ketika batik diakui oleh UNESCO sebagai World Heritage (Warisan Dunia) pada tahun 2009, berbusana batik menjadi mode dan batik Cirebon kembali berkembang lagi dengan hasil dari produksi yang awalnya hanya berupa kain, berkembang menjadi aneka ragam bentuk dan jenisnya dari bahan dan barang jadi yang beraneka ragam, dari busana dan aksesoris yang semua bermotif ciri khas Cirebonan. Dahulu batik Cirebon umumnya digunakan untuk kain sinjang (jarik) berupa lembaran-lembaran kain yang menggunakan warna dan motif-motif tradisional, kini juga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan sandang dan lainnya, beberapa pengrajin telah mengembangkan produk batik lebih bervariasi dan mengikuti perkembangan zaman.