Kata "batik" berasal dari gabungan dua kata bahasa Jawa: "amba", yang bermakna "menulis" dan "titik" yang bermakna "titik. Walaupun kata "batik" berasal dari bahasa Jawa, kehadiran batik di Jawa sendiri tidaklah tercatat. Beberapa ahli berpendapat bahwa batik di tanah Jawa baru diproduksi pada pertengahan abad ke-18, karena pada masa tersebut belum terdapat kain yang diyakini cocok untuk dibatik dengan menerapkan desain rumit. Meskipun demikian, Kata ‘batik’ tercantum dalam rekening muatan kiriman barang pada tahun 1641 dari Batavia (Jakarta) ke Sumatera.
Seiring dengan runtuhnya kerajaan Majapahit, tradisi membatik tetap berlanjut di masa penguasaan kerajaan Islam, khususnya pada masa sesudah kerajaan Mataram (1588–1681). Kerajaan Mataram merupakan cikal bakal lahirnya kesultanan Yogyakarta dan kasunanan Surakarta. Kedua daerah ini sangat erat kaitannya dengan perkembangan batik tradisional Indonesia.
Kesultanan Surakarta sebagai salah satu pecahan dari kerajaan Mataram, memiliki motif batik yang khas yaitu Sidomukti dan Sidoluruh.
Motif Sidomukti biasanya diterapkan sebagai pakaian pengantin dalam upacara pernikahan, dengan pengharapan bahwa akan adanya kebahagiaan dan kesejahteraan bagi sang pengantin yang menggunakan batik tersebut.
Sementara itu, motif Sidoluhur memiliki makna suatu pengharapan agar si pemakai dapat berhati serta berpikir luhur sehingga dapat berguna bagi masyarakat banyak.
Di Yogyakarta sendiri, batik pertama kali dikenal pada masa kerajaan Mataram I, di bawah kepemimpinan Panembahan Senopati. Seperti halnya di masa kejayaan Majapahit, batik yang berkembang di masa kejayaan kesultanan Yogyakarta hanya sebatas dikalangan kerajaan saja (keraton). Tradisi membatik dilakukan oleh para abdi dalem (pembantu kerajaan). Selama masa kesultanan tersebut, ada kalanya orang-orang keraton menggunakan pakaian batik dalam rangka suatu upacara resmi kerajaan. Hal inilah yang menjadi awal mula batik mulai dikenal oleh masyarakat.
Penyebaran sentra industri batik di pulau Jawa sendiri dipengaruhi oleh beberapa hal:
Perluasan Kerajaan Majapahit
Dalam usaha perluasan wilayah kerajaan Majapahit, beberapa petugas kerajaan dan keluarga kerajaan membawa serta budaya membatiknya ke daerah baru. Seperti yang terjadi di daerah Kwali, Mojosari, Betero dan Sidomulyo Kabupaten Mojokerto.
Keruntuhan Majapahit
Pada saat-saat keruntuhan Kerajaan Majapahit banyak keluarga kerajaan Majapahit yang melarikan diri ke beberapa daerah. Dalam masa pelariannya tersebut, beberapa menularkan ilmu membatiknya kepada warga sekitar sehingga daerah-daerah yang belum mengenal batik bisa mengenal dan memproduksi batik sendiri. Hal ini terjadi di desa Bakaran kecamatan Juwana Kabupaten Pati, dimana terdapat sentra industri batik yang pertama kali dirintis oleh salah seorang keluarga kerajaan Majapahit.
Perang Diponegoro
Setelah perang perang Diponegoro (1825-1830)banyak penduduk di wilayah kerajaan Mataram berpindah tempat. Mereka mencari daerah yang lebih aman dari peperangan, seperti Banyumas, Pekalongan, Kebumen, Tasikmalaya dan Ciamis.
Dengan adanya penyebaran batik ke beberapa daerah di pulau Jawa, semakin memperkaya khasanah batik tradisional Indonesia. Hal ini disebabkan oleh semakin banyaknya motif-motif batik baru yang muncul di daerah-daerah tersebut, dimana setiap daerah mempunyai ciri khas dan motif masing-masing.
Berikut ini adalah beberapa motif batik Tradisional Indonesia:
Batik Motif Sido Wirasat |
a. Batik Motif Sido Wirasat
Dikenakan pada saat pernikahan oleh orang tua pengantin, mempunyai makna orang tua memberi nasehat pada anaknya.
Batik Motif Parang Kusumo |
b. Batik Motif Parang Kusumo
Dikenakan pada saat pernikahan oleh pengantin putri saat prosesi tukar cincin, termasuk jenis motif batik keraton yang mempunyai makna hati yang berbunga-bunga.
Batik Motif Truntum |
c. Batik Motif Truntum
Dikenakan pada saat pernikahan oleh orang tua pengantin, termasuk jenis motif batik keraton Surakarta mempunyai makna orang tua memberi tuntunan pada anak.
Batik Motif Kawung |
d. Batik Motif Kawung
Salah satu motif batik keraton Surakarta, melambangkan pertumbuhan, perkembangan dan kesuburan.
Batik Motif Sido Mulyo |
e. Sido Mulyo
Dikenakan pada saat pernikahan oleh pengantin putra dan putri, termasuk jenis motif batik pengaruh dari keraton Surakarta, mempunyai makna bahagia serta rejeki yang melimpah.
Batik Motif Semen Rante |
f. Batik Motif Semen Rante
Dikenakan oleh utusan, termasuk jenis motif batik petani yang mempunyai makna panah dan mengikat.
Batik Motif Wahyu Temurun |
g. Batik Motif Wahyu Temurun
Salah satu jens motif batik keraton Surakarta.
Batik Motif Sido Mukti |
h. Batik Motif Sido Mukti
Dikenakan oleh pengantin putra dan putri saat proses resepsi atau penghargaan, termasuk jenis motif batik petani yang mempunyai makna bahagia dan berkecukupan.
Dikenakan oleh pengantin putri pada saat malam pengantin, termasuk jenis batik keraton yang mempunyai makna dua jiwa menjadi satu.
Dikenakan oleh pengantin putri pada saat malam pengantin, termasuk jenis batik keraton yang mempunyai makna dua jiwa menjadi satu.
Dikenakan oleh pengantin putri pada saat malam pengantin, termasuk jenis batik keraton yang mempunyai makna dua jiwa menjadi satu.
Dikenakan oleh orang tua pengantin, termasuk jenis motif batik petani yang mempunyai makna hati yang gembira. Beraneka ragam motif batik Surakarta, keseluruhannya mempunyai makna tersendiri yang melambangkan kedudukan, perasaan, peristiwa pemakai batik.
Bentuk awan merupakan gambaran dunia luas, bebas dan mempunyai makna transidental (Ketuhanan).
Motif Batik Parang itu berpola pedang yang menunjukkan kekuatan atau kekuasaan,
karenanya batik bercorak parang diperuntukkan para ksatria dan penguasa.
Kalau berpola pisau belati atau keris , batik bercorak parang boleh dipakai
oleh tiap orang dan dipercaya membawa rizki dan menjauhkan dari
penyakit. Variasinya : Parang Rusak, Parang Barong dan Parang Klitik.
Motif
Dilihat dari mitologi masyarakat Jawa secara keseluruhan, motif batik Jawa mengacu pada unsur alam, masing-masing stilasi (perubahan bentuk dari alamiah ke bentuk baru) mempunyai falsafah yang sama, mulai dari kehidupan air, darat, dan kehidupan udara. Menurut paham Triloka, yaitu faham dari kebudayaan Hindu, unsur-unsur kehidupan tersebut terbagi menjadi tiga bagian, meliputi Alam atas, Alam tengah, Alam bawah, contoh dari ketiga tempat tersebut adalah burung melambangkan Alam atas, pohon melambangkan alam tengah, ular melambangkan alam bawah.
Ornamen
Ornamen yang berhubungan dengan alam atas atau udara seperti garuda, kupu-kupu, lidah api, burung atau binatang terbang, merupakan tempat para Dewa. Ornamen yang berhubungan dengan alam tengah atau daratan, meliputi pohon hayat, tumbuh-tumbuhan, meru, binatang darat, dan bangunan, merupakan tempat manusia hidup. Ornamen yang berhubungan dengan air seperti perahu, naga (ular), dan binatang laut lainnya merupakan alam bawah sebagai tempat orang yang hidupnya tidak benar. Ornamen-ornamen yang biasa ditampilkan ke dalam motif semen, sawat, dan motif alas-alasan adalah sawat melambangkan matahari, kesaktian, kepekarsaan, meru merupakan tempat Dewa melambangkan kehidupan dan kesuburan, pohon hayat melambangkan kehidupan, burung melambangkan umur panjang, binatang berkaki empat melambangkan keperkasaan dan kesaktian, kapal melambangkan cobaan, damper atau tahta melambangkan tempat Raja, pusaka melambangkan wahyu, kegembiraan, dan ketenangan, naga melmbangkan kesaktian dan kesuburan, kupu-kupu melambangkan kebahagiaan dan kesuburan.
Ornamen utama dari motif batik Yogyakarta yang mempunyai makna simbolis adalah:
- Meru melambangkan gunung atau tanah yang disebut juga bumi.
- Api atau lidah api melambangkan nyala api yang disebut juga agni atau geni.
- Ular atau naga melambangkan air atau banyu disebut juga tirta ( udhaka ).
- Burung melambangkan angin atau maruta.
- Garuda atau lar garuda melambangkan mahkota atau penguasa tertinggi, yaitu penguasa jagad dan isinya.
Secara umum ornamen-ornemen yang ada adalah:
- Ornamen garuda, ornamen ini melambangkan kekuatan dan keperkasaan. Dimana ornamen ini dalam pemakaiannya sering digambarkan dengan bentuk badan manusia dan kepalanya burung garuda.
- Ornamen meru, melambangkan atau menggambarkan bentuk puncak
- gunung tetapi dari penampakan samping. Gunung ini diibaratkan sebagai tempat bersemayamnya dewa-dewa. Motif ini menyimbolkan unsur tanah atau bumi, yang didalamnya terdapat berbagai macam kehidupan dan pertumbuhan. Baik itu kehidupan manusia, hewan, dan tumbuhan.
- Ornamen lidah api, ornamen ini sering disebut sebagai cemukiran atau modang. Makna ini sering dikaitkan dengan kesaktian dan ambisi untuk mendapatkan apa yang diinginkan karena dalam pemakaiannya digambarkan dengan deretan api.
- Ornamen ular atau naga, ornamen ini dalam pemakaiannya digambarkan ular yang kepalanya memakai mahkota. Ornamen ini melambangkan kesaktian dan kekuatan yang luar biasa.
- Ornamen burung, ornamen ini merupakan ornamen utama yang dilambangkan burung merak, phoenix, dan burung yang aneh dan berjengger. Ornamen ini melambangkan kesucian dan dunia atas, karena burung merak ini sebagai kendaraan dewa-dewa.