FEEDBURNER

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Latest Article Get our latest posts by subscribing this site

Cara Menentukan Kualitas Batik

Presiden Jokowi Belanja Batik di Cirebon
Seringkali kita bertanya-tanya bagaimana cara menentukan kualitas batik yang akan kita beli. Kualitas kain batik yang kita beli akan memengaruhi kenyamanan saat memakainya. Semakin bagus kualitas kain batik, maka harganya juga akan semakin mahal. Namun demikian, yang sangat menentukan tinggi rendahnya harga sehelai kain batik adalah tingkat kesulitan proses pembuatannya.
Bagi Anda yang sangat memerhatikan kualitas untuk barang-barang yang digunakan, memilih kain batik berkualitas bagus pasti menjadi suatu hal penting. Berikut beberapa tips yang bisa digunakan saat memilih kain batik.
Jenis Batik
Perhatikan jenis kain batik sebelum membeli, apakah batik tulis atau batik cetak/cap. Biasanya, kain pada batik tulis memiliki kualitas yang lebih baik dibanding batik cetak atau cap.  Di samping itu, harganya pun juga jauh lebih mahal. Hal ini karena dibutuhkan keterampilan saat proses pembuatannya, disamping itu waktu pembuatan dari batik tulis lebih lama dan lebih rumit jika dibandingkan dengan batik cap atau cetak.  Untuk membedakan atara batik tulis atau cap, batik tulis tiap-tiap corak gambar yang ada pada kain berbeda antara satu sama lain, sedang pada batik cetak/cap sama.  Hal ini disebabkan oleh human error saat pencantingan pada batik tulis, dan dari hal inilah yang menjadikan batik tulis lebih bernilai seni tinggi.
Jenis Bahan.
Terdapat lima jenis bahan (kain) dalam pembuatan batik.
A.  Kain Sutera
Sejak jaman dahulu, sutra telah digunakan untuk pakaian yang istimewa. Saat mengenakan pakaian yang terbuat dari sutra, kita akan merasakan kenyamanan dan kelembutan dari bahan sutra tersebut.
B.  Kain Serat Nanas
Serat nanas teksturnya kasar mirip dobi. Biasanya terlihat sulur-sulur pada kain tersebut dan mengkilap. Hampir semua kain mempunyai tingkatan dari yang paling kasar sampai yang paling halus.Tergantung dari pencampuran bahan dasar pembuatan kain.
C. Kain Paris
Kain Paristeksturnya lembut dan jatuh. Bahannya tipis dengan serat kain yang kuat. Kain paris pun memiliki tingkatan-tingkatan seperti kain-kain yang lain.
D. Kain Katun
Terdapat 3 jenis kain katun yang biasanya digunakan dalam pembuatan batik, dan jika diurutkan berdasarkan kualitasnya maka:
1.  Polisima
2.  Primissima
3.  Prima
Seperti halnya kain katun, kain mori mempunyai beberapa tingkatan berdasarkan kualitasnya; yaitu:
1.  Mori Primissima
2.  Mori Prima
3.  Mori Biru
Kualitas Pewarnaan
Rabalah warna cat yang terdapat pada kain batik. Pastikan warna yang ada di sana tidak menempel pada tangan Anda. Bila warna cat meninggalkan bekas di tangan berarti pewarna kain yang digunakan memiliki kualitas rendah. Hal ini bisa menyebabkan luntur sehingga lambat laun kain batik Anda menjadi pudar.
Kualitas Cetakan
Cobalah untuk membalik bahan kain batik yang akan Anda beli. Kain batik dengan kualitas bagus biasanya memiliki cetakan luar dan dalam yang sama. Jadi, ketika Anda membalik kain batik, motif dan warna yang ada di bagian dalam sama dengan bagian luar. Ini menunjukkan kain tersebut telah melalui proses pembuatan yang detail dan lebih awet ketimbang kain batik yang bagian luar dan dalamnya berbeda.
Disamping beberapa tips diatas, cobalah untuk menempelkan kain batik yang ingin anda beli ke kulit, jika anda merasakan kain terasa dingin jika dikenakan ini artinya bahan batik tersebut merupakan kain dengan kualitas bagus.  Biasanya kain batik jenis ini juga tidak akan mudah kusam meskipun Anda telah mencucinya berkali-kali. Dan juga jangan takut ketika Anda menemukan kain batik yang tampak kaku, karena hal ini memang sering terjadi dan akan melunak sendiri setelah dicuci.
Demikian batikdan menyarikan dari berbagai sumber tentang tips cara menentukan kualitas batik bagi anda, semoga bermanfaat.

Batik Kraton

Batik Motif Kraton
Pada zaman dahulu, pembuatan batik yang pada tahap pembatikannya hanya dikerjakan oleh putri-putri di lingkungan kraton dipandang sebagai kegiatan penuh nilai kerokhanian yang memerlukan pemusatan pikiran, kesabaran, dan kebersihan jiwa dengan dilandasi permohonan, petunjuk, dan ridho Tuhan Yang Maha Esa. Itulah sebabnya ragam hias wastra batik senantiasa menonjolkan keindahan abadi dan mengandung nilai-nilai perlambang yang berkait erat dengan latar belakang penciptaan, penggunaan, dan penghargaan yang dimilikinya.
Batik kraton adalah wastra batik dengan pola tradisional, terutama yang semula tumbuh dan berkembang di kraton-kraton Jawa. Tata susunan ragam hias dan pewarnaannya merupakan paduan mengagumkan antara matra seni, adat, pandangan hidup, dan kepribadian lingkungan yang melahirkannya, yaitu lingkungan kraton.
Pada awalnya pembuatan batik Kraton secara keseluruhan yaitu mulai dari penciptaan ragam hias hingga pencelupan akhir, kesemuanya dikerjakan di dalam Kraton dan dibuat khusus hanya untuk keluarga raja. Seiring dengan kebutuhan wastra batik di lingkungan Kraton yang semakin meningkat, maka pembuatannya tidak lagi memungkinkan jika hanya bergantung kepada putri-putri dan para abdi dalem di Kraton, sehingga diatasi dengan pembuatan batik diluar Kraton oleh kerabat dan abdi dalem yang bertempat tinggal di luar Kraton. Usaha rumah tangga ini berkembang menjadi industri yang dikelola oleh para saudagadan mulai berkembang di luar Kraton dalam bentuk batik Sudagaran dan Batik Pedesaan. Batik Kraton terdapat di Kasunanan Surakarta, Kasultanan Jogjakarta, Pura Mangkunegaran dan Pura Pakualaman. Perbedaan utama dari keempat Batik Kraton terletak pada bentuk, ukuran, patra dan nuansa warna soga (coklat).
Batik Kraton Jogjakarta
Desain Batik Kraton Jogjakarta, Grompol
Desain Batik Kraton Jogjakarta, Grompol
Jogjakarta sebagai ibukota dan kerajaan di Jawa, dikenal sebagai jantung seni batik. Desain batik Jogja sangat unik yaitu mengembangkan kombinasi beberapa motif geometris.Contoh desain Batik Jogja adalah: Grompol dan Nitik.
Grompol biasa digunakan untuk acara pernikahan. Grompol berarti datang bersama, menyimbolkan kehadiran bersama semua hal yang baik, seperti; nasib baik, kebahagiaan, anak dan perkawinan yang harmonis. Nitik merupakan motif yang banyak ditemui di Jogja. Selama perayaan tahunan kolonial (Jaarbeurs) di masa penjajahan Belanda, seorang produsen batik memberinama Nitik Jaarbeurs untuk motif yang mendapat penghargaan.
Batik Kraton Surakarta
Batik Surakarta: Sawat/Lar
Batik Surakarta: Sawat/Lar
Surakarta atau Solo adalah satu dari dua kesultanan Jawa, dengan segala tradisi dan adat-istiadat kraton yang merupakan pusat kebudayaan Hindu-Jawa. Kraton bukan hanya kediaman raja, tetapi juga pusat pemerintahan, keagamaan dan kebudayaan yang direfleksikan dalam seni daerah, terutama pada ciri batiknya: motif, warna dan aturan-aturan pemakaiannya. Di Solo terdapat beberapa aturan khusus tentang pemakaian batik, meliputi: satus tsosial pemakai dan acara khusus di mana batik harus digunakan dalam hubungannya dengan harapan atau berkah yang disimbolisasi melalui desain batik.
Desain batik Solo juga sering dihubungkan dengan kultur Hindu Jawa, simbol Sawat dari mahkota atau kekuasaan tertinggi, simbol Meru dari gunung atau bumi, simbol Naga dari air, simbol Burung dari angin atau dunia bagian atas dan simbol Lidah Api dari api. Beberapadesain tradisional yang dipakai pada acara-acara penting, misalnya: Satria Manah dan Semen Rante yang dikenakan pada saat acara lamaran pengantin.
Batik Surakarta, Desain Kain Panjang
Batik Surakarta, Desain Kain Panjang
Desain Kain Panjang dibuat dalam workshop Panembahan Hardjonagoro, Surakarta pada awal 80'an, bermotif kombinasi pengaruh beberapa daerah, tetapi secara keseluruhan gaya dan warnanya tipikal desain Solo. Kain panjang adalah kain dua kali setengah meter, yang digunakan sebagai sarung formal.
Batik Pura Mangkunegaran
Gaya motif Pura Mangkunegaran serupa dengan batik Karaton Surakarta, tetapi dengan warna soga cokelat kekuningan. Meski demikian batik pura Mangkunegaran selangkah lebih maju dalam penciptaan motif. Hal ini tampak dari banyaknya motif batik pura Mangkunegaran. Motif batik pura Mangkunegaran antara lain: buketan pakis (karya Ibu Bei Madusari), sapanti nata, ole-ole, wahyu tumurun, parang kesit barong, parang sondher, parang klithik glebag seruni, liris cemeng (karya Ibu Kanjeng Mangunkusumo).
Batik Pura Pakualaman
Pada awalnya wilayah Pakualaman merupakan bagian dari Kasultanan Yogyakarta. Pada tahun 1813 Kasultanan dibelah menjadi Kasultanan Ngayogjakarta dan Kadipaten Pakualaman sebagai akibat persengketaan antara Kasultanan Yogyakarta dengan Letnan Gubernur Jendral Inggris, Thomas Stamford Raffles. Oleh karena itu unsur budaya dan motif batiknya memiliki bayak persamaan.
Gaya motif pura Pakualaman berubah sejak Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan Paku Buwono X. Sehingga kemudian motif batik Pakualaman kemudian tampil dalam paduan antara motif batik Yogyakarta dan warna batik karaton Surakarta. Motif batik Pakualaman diantaranya : candi baruna, peksi manyura, parang barong seling sisik, parang klitik seling ceplok, parang rusak seling huk, sawat manak, babon angrem.
Batik Keraton Cirebon
Cirebon dibawah pemerintahan Sunan Gunung Jati merupakan pusat kerajaan islam tertua di Jawa dan sekaligur merupakan pelabuhan penting dalam jalur perdagangan dari Persia, India, Arab, Eropa dan Cina. Kedua karatonnya, yaitu kasepuhan dan kanoman, menghasilkan batik dengan motif dan gaya yang tidak terdapat di daerah lain. Motif batik cirebon menunjukkan adanya pengaruh budaya Cina. Hal ini tampak pada bentuk penghiasan yang mendatar seperti lukisan ragam hias khas mega dan walasan dalam mega mendung dan wadasan. Beberapa contoh batik lainnya adalah : batik kereta kasepuhan, kapal kandas, peksi naga liman, cerita panji.
Batik Keraton Sumenep
Sumenep terletak di timur pulau Madura yang masih memiliki karaton yang masih terpelihara hingga sekarang. Berbeda dengan batik Madura batik sumeneb berwarna kecokelatan soga, hampir menyerupau batik dari karaton Mataram. Meski demikian juga terdapat batik biru tua, atau hitam dan putih namun dengan tambahan sedikit rona hijau dan merah. Ragam hias sawat dan lar diperkirakan merupakan pengaruh Mataram ketika Mataram menguasai Sumenep. Beberapa contoh batiknya adalah : lar, sekar jagad, lereng, limar buket, carcena lobang.
Batik Pengaruh Kraton
Batik Pengaruh Kraton menampilkan desain perpaduan ragam hias utama batik Kraton Mataram dengan ragam hias khas daerah yang dikembangkan sesuai selera masyarakat, lingkungan alam maupun budayanya.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, seni dan budaya
Kraton Mataram tersebar luas dan Kraton merupakan pusat kegiatan negara, yaitu pemerintahan, agama dan seni-budaya. Oleh karena itu, batik dibawa serta oleh pengikut-pengikut raja. Beberapa penyebaran batik Kraton diantranya terjadi di Banyumas oleh Pangeran Puger yang masih kerabat Kasultanan Jogjakarta, di Madura pada saat Sultan Agung menaklukan Madura dan di Cirebon pada saat Sultan Agung mempersunting putri Kraton Cirebon, sehingga batik Kraton berkembang di Cirebon, Indramayu, Ciamis, Tasikmalaya dan Garut. Komposisi warna pada batik Pengaruh Kraton sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat sekitar tempat batik tersebut berkembang.

Batik Pesisir

BatiK Pesisir Yang Dipengaruhi Motif Kraton
Pada zaman penjajahan Belanda, batik dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yakni batik vorstenlanden dan batik pesisir. Yang disebut batik vorstenlanden adalah batik dari daerah Solo dan Yogyakarta, sedangkan batik pesisir adalah semua batik yang pembuatannya dikerjakan di luar daerah Solo dan Yogyakarta.
Istilah batik "pesisir" muncul karena letaknya berada di daerah pesisir utara pulau jawa seperti Cirebon, Indramayu, Lasem, Bakaran, dan lain sebagainya. Pola yang ada pada batik pesisir lebih bebas dan warnanya lebih beraneka ragam, dikarenakan pengaruh budaya luar yang begitu kuat. Tidak seperti batik keraton, batik pesisir lebih ditujukan sebagai barang dagangan. Di samping itu budaya luar pada batik pesisir sangat mempengaruhi bentuk ragam hias batik-nya terutama pada saat masuknya agama Islam pada abad 16. Ragam flora non figuratif menjadi alternatif dalam motif batik pesisir dikarenakan adanya larangan dikalangan ulama Islam dalam menggambar bentuk-bentuk figuratif.
Dalam sejarah perkembangan batik pesisir mengalami kemajuan sekitar abad ke-19, hal yang menyebabkan kemajuannya adalah karena adanya kemunduran produksi tekstil dari India yang selama itu menjadi salah satu produsen kain terbesar yang dijual ke pulau jawa dan mengakibatkan banyak konsumen beralih ke kain batik.
Puncak perkembangan batik pesisir adalah di masa pengusaha Indo-Belanda yang berperan pada usaha pembatikan. Batik tersebut dikenal dengan nama "Batik Belanda". Selain pengusaha dari belanda pengusaha Tionghoa juga ikut dalam usaha pengembangan batik pesisir.
Batik pesisir memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Ragam hias batik-nya bersifat natural dan mendapat pengaruh kebudayaan asing secara dominan.
- Warna beraneka ragam
Batik pesisir terbagi menjadi delapan model :
1. Batik pesisir tradisional yang merah biru
2. Batik hasil pengembangan pengusaha keturunan, khususnya Tionghoa dan indo Eropa
3. Batik yang dipengaruhi kuat oleh Belanda
4. Batik yang mencerminkan kekuasaan kolonial
5. Batik hasil modifikasi pengusaha Tionghoayang ditujukan untuk kebutuhan kalangan Tionghoa
6. Kain panjang
7. Batik hasil pengembangan dari model batik merah biru
8. Kain adat
Berdasarkan motifnya batik pesisir terdiri dari:

Motif Batik Khas Tiongkok

Batik Encim Pekalongan
Batik Tionghoa adalah jenis batik yang dibuat oleh pengusaha Tionghoa yang kebanyakan hidup di kota pantai utara Jawa. Patra batiknya menampilkan ragam hias satwa mitos Tiongkok seperti naga, singa, burung phoenix atau hong, kura–kura, kilin, dewa dan dewi ataupun ragam hias keramik Tiongkok, serta ragam hias berbentuk mega. Batik Tionghoa yang dipengaruhi patra batik Belanda yang mulai berkembang kurang lebih 10 tahun sebelum batik Tionghoa, juga menggunakan ragam hias bunga dan buket lengkap dengan kupu–kupu dan burung–burungnya. Ada pula patra batik Tionghoa yang menggunakan ragam hias batik Kraton dan warna soga.  Hingga saat ini yang dapat menyamai halusnya batik Belanda adalah batik Tionghoa, baik dalam teknik maupun patra.
Batik Tionghoa Sarung Tiga Negeri
Batik Tionghoa Sarung Tiga Negeri
Pada awalnya batik Tionghoa hanya digunakan sebagai pelengkap upacara keagamaan. Oleh karena itu, sebelum 1910 batik Tionghoa hanya berupa Tokwi (kain altar), Mukli (taplak meja besar) dan kain batik untuk hiasan dinding dan umbul-umbul yang warnanya masih terbatas pada warna biru Indigo dan merah Mengkudu. Produk batik Tionghoa ada pula yang berupa sarung, dengan patra mirip patra tekstil atau hiasan keramik Tiongkok, yang pada umumnya mempunyai arti filosofis seperti banji (lambang kebahagiaan) dan kelelawar (lambang nasib baik).
Setelah tahun 1910, patra dan warna dari batik Tionghoa mengalami perubahan karena lebih banyak digunakan sebagai busana.  Perkembangan tersebut juga dipicu dengan keadaan pasar yang dibanjiri oleh batik Belanda. Pedagang Tionghoa memanfaatkan peluang ini dengan membuat batik yang patra dan warnanya cenderung dipengaruhi batik Belanda dan unsur budaya Eropa. Batik Tionghoa  juga dibuat untuk masyarakat pedalaman, dengan menampilkan warna dan patra batik Kraton. Jenis batik ini disebut "Batik Tiga Negri”, karena membuatnya melibatkan tiga daerah pembatikan, yaitu Lasem untuk warna merah, Kudus dan Pekalongan untuk warna biru, dan Surakarta, Jogjakarta dan Banyumas untuk warna coklat.
Batik Tionghoa, Sarung Jawa Hokokai
Batik Tionghoa, Sarung Jawa Hokokai
Batik Tionghoa lain yang sangat khas adalah batik Batik Djawa Hokokai yang menampilkan pengaruh budaya Jepang, baik warna maupun patranya, dan dibuat pada era penjajahan Jepang (tahun 1942 – 1945). Format batiknya dibuat dengan format “pagi–sore”, karena pada satu helai kain terdapat dua macam patra batik pada kedua sisi kain. Patra–patra batik Djawa Hokokai tersusun dari ragam hias bernuansa Jepang misalnya bunga Sakura, bunga Seruni, burung Merak dan kupu–kupu, dan warnanya-pun terdiri dari warna–warna yang merupakan selera orang Jepang.
Meski mengandung kesamaan dalam unsur budaya luar Indonesia, batik Belanda dan batik Tionghoa berbeda dari segi pendekatan rohaniah-nya. Patra dan warna batik Tionghoa masih banyak mengandung makna filosofis. Batik Tionghoa terutama terdapat di daerah pesisir seperti Cirebon, Pekalongan. Lasem, Demak dan Kudus. Batik Tionghoa yang terkenal antara lain karya Oey Soe Tjoen (Kedungwuni – Pekalongan), The Tie Siet, Oey Soen King, Liem Siok Hien dan Oey Koh Sing. Oey Soe Tjoen adalah batik paling dikenal di seluruh dunia karena keindahannya.
Hal yang mendorong munculnya batik-batik dengan ragam hias yang berasal dari budaya Tionghoa adalah cara berpakaian para penduduk di kota-kota pelabuhan yang menggunakan batik diikuti oleh orang-orang Tionghoa , yang wanita menggunakan sarting atau kain batik, sedangkan yang pria menggunakan celana dari bahan batik.
Kehalusan batik Tionghoa dapat dikatakan menyamai batik Belanda, baik dalam teknik maupun pola. Pola-pola batik Tionghoa  lebih dimensional, suatu efek yang diperolah karena penggunaan perbedaan ketebalan dari satu warna dengan warna lain, isen pola yang rurnit, seperti cecek yang ditata dengan berbagai tata susun. Penampilan warna yang luar biasa ini ditunjang oleh penggunaan zat warna sintetis jauh sebelum orang-orang Indo-Belanda menggunakannya.
Batik Lasem Bermotif Naga dan Burung Hong
Batik Lasem Bermotif Naga dan Burung Hong
Batik seringkali menampilkan pola-pola dengan ragam hias satwa mitos Tiongkok, seperti:
- naga
- singa
- burung phoenix (burung Hong)
- kura-kura
- kilin (anjing berkepala singa)
- dewa-dewi
- ragam hias yang berasal dari keramik Tiongkokkuno dan
- ragam hias berbentuk mega dengan warna merah dan biru
- ragam hias buketan atau bunga-bungaan, ter-utama batik Tionghoayang dipengaruhi pola batik Belanda dan menggunakan warna seperti batik Belanda.
Adapun ragam hias yang terdapat pada batik Tionghoatersebut merupakan perlambang atau mempunyai makna khusus, seperti:
Kupu-kupu dan Bebek Mandarin, sering digunakan sebagai simbol cinta abadi. Kupu-kupu dianggap sebagai penjelmaan pasangan Romeo-Julietnya Tionghoa (Sampek-Engtay) maka yang menjadikan bebek mandarin sebagai simbol adalah karena unggas ini hanya memiliki satu pasangan hidup sepanjang hayatnya.
Naga,dipercaya sebagai makhluk penjelmaan dewa. Makhluk ini digambarkan sebagai makhluk supranatural yang baik dan bijak. Selain itu naga pun manjadi simbol laki-laki (Yang), yang melambangkan kesuburan, hujan, di musim semi, dan hujan secara umum. oleh karena itu Naga di timur disebut juga sebagai Qinglong atau naga biru.
Burung Hong, dalam catatan sejarah musim semi dan musim gugur yang ditulis pada abad ke-4 SM, digambarkan bahwa burung hong jantan adalah salah satu simbol negeri yang diperintah oleh raja yang bijaksana. Burung Hong merupakan pemimpin hewan-hewan berbulu, jika penggambarannya bersama dengan naga, maka burung hong merupakan simbol permaisuri yang mendampingi sang kaisar (naga).
Bunga Peony, merupakan lambang dari orang yang dicintai jika digabungkan dengan burung Hong)

BUKU KAMI DI GOOGLE BOOKS

title

BUKU NOVEL KOMEDI ANAK SEKOLAH
 
Support : Batik Tradisional Indonesia | Motif Batik | Keanekaragaman Batik
Copyright © 2013. Batik Tradisional Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by BatikDan
Proudly powered by Blogger