FEEDBURNER

Enter your email address:

Delivered by FeedBurner

Latest Article Get our latest posts by subscribing this site

Keanekaragaman Batik Tradisional Indonesia

Peragaan Busana Kain Batik Bentenan/Batik Minahasa
Selama ini masyarakat Indonesia lebih mengenal batik dari daerah Jawa Tengah baik itu Pekalongan, Yogyakarta, terutama Solo yang memang dinobatkan sebagai Kota Batik, padahal batik merupakan ciri khas budaya dalam pertekstilan Indonesia karena batik ini dapat ditemukan di berbagai tempat di Indonesia. Seperti Jawa Barat misalnya, bisa ditemukan batik khas Jawa Barat, yaitu batik Pesisir di Cirebon dan Indramayu yang dikenal dengan Batik Trusmi dan Dermayon, atau di daerah priangan yaitu Batik Garutan dari Garut. Di Propinsi lain seperti Kalimantan, Sumatra, Sulawesi, Papua, dan Bali juga dapat ditemukan Batik dengan ragam hias yang berbeda. Berikut ini adalah macam-macam batik-batik dari luar Jawa tersebut:
Batik Kalimantan
Batik Kalimantan
Batik Kalimantan
Selama ini yang terkenal hanyalah motif batik dari pulau Jawa. padahal Kalimantan juga memiliki motif yang tak kalah menarik dan khas. Bila kain Batik Kalimatan Selatan terkenal dengan nama kain Sasirangan, kain batik Kalimantan Tengah terkenal dengan nama Batik Benang Bintiknya. Motifnya pun variatif dengan warna-warna yang memanjakan selera. Motif yang umum adalah Batang Garing (simbol batang kehidupan bagi masyarakat Dayak), Mandau (senjata khas suku Dayak), Burung Enggang/Tingang (Elang Kalimantan), dan Balanga. Warnanya lebih berani seperti shocking pink, hijau stabilo, merah terang, oranye, dan masih banyak lagi.
Sasirangan bagi masyarakat Banjar merupakan warisan budaya turun temurun. Kain ini memiliki nilai adat dan tradisi yang mengikat dikalangan masyarakat Banjar. Proses pembuatan kain sasirangan sejak dahulu hingga kini masih secara tradisional. Masyarakat suku Banjar meyakini bahwa setiap warna memiliki kekuatan magis yang tersembunyi dibaliknya dan dapat dijadikan sebagai sarana penyembuhan. Oleh sebab itu pemberian warna pada kain sasirangan selalu dibuat sesuai dengan tujuan tertentu, yakni sebagai sarana pelengkap dalam terapi pengobatan. Tidak hanya itu, beragam corak atau motif yang terdapat pada kain sasirangan juga dipercaya memiliki fungsi yang berbeda satu sama lain dalam ritual upacara adat Suku Banjar. Seperti untuk pengobatan orang sakit (ghaib), ikat kepala adat Banjar (laung), kerudung (kakamban), sarung atau jarik untuk perempuan (tapih bahalai), serta ikat pinggang (babat).

Batik Papua
Batik Papua
Batik Papua
Bila dibandingkan dengan batik Jawa, batik Papua mempunyai corak yang cukup mencolok. Batik Papua pada umumnya berwarna cenderung lebih gelap dengan motif yang kebanyakan berpola patung. Lambang-lambang yang dikeramatkan dan ukiran khas Papua juga menjadi ciri khas batik asal daerah berpanorama indah tersebut. Salah satu batik Papua yang dikenal masyarakat luas adalah batik motif asmat yaitu simbol patung-patung kayu suku Asmat. Batik ini mempunyai ciri-ciri yang sangat khas, antara lain, warnanya lebih cokelat dengan campuran warna tanah dan terakota (merah kecokelat-cokelatan). Soal pemilihan motif batik Papua banyak menggunakan simbol-simbol keramat dan ukiran khas Papua. Cecak atau buaya adalah salah satunya,selain tentu lingkaran-lingkaran besar.
Sebenarnya masih banyak motif batik Papua lain yang dapat ditemui di pasaran contohnya motif burung cendrawasih, motif kamoro (atau simbol patung berdiri), motif sentani dengan ciri gambar alur batang kayu yang melingkar-lingkar dengan jenis warna hanya satu atau dua warna dan ada pula motif yang divariasi dengan sentuhan garis-garis emas dan dijuluki batik prada. Keunikan motif batik Papua membuatnya dilirik banyak orang, mulai dari konsumen lokal hingga internasional. Hal itu dinilai wajar sebab batik Papua tak hanya melambangkan budaya masyarakat sekitar saja tapi juga menorehkan unsur sejarah dan arkeolog di dalamnya. Karenanya, batik khas daerah paling timur Indonesia ini layak dilestarikan dan dibimbing untuk bisa bersaing dengan aset nasional lainnya.
Batik Padang
Batik Tanah Liek, Padang-Sumatra Barat
Batik Tanah Liek, Padang-Sumatra Barat
Batik Padang atau dalam bahasa Minangkabau disebut batik tanah liek (tanah liat) adalah jenis kain batik yang berasal dari Minangkabau. Dinamakan batik tanah liat karena batik ini menggunakan tanah liat dalam proses pewarnaannya. Motif batik Padang antara lain motif kaluak paku, motif pucuk rebung, motif rangkiang, dan lain-lain. Pemakaian batik tanah liek dahulu hanya digunakan untuk acara-acara adat dan dipakai oleh para pemuka adat saja sedangkan sekarang sudah bisa digunakan oleh masyarakat pada umumnya.
Pemakaian batik tanah liek dahulu hanya digunakan untuk acara-acara adat. Dulu pemuka adat seperti Datuak (penghulu atau kepala adat), Bundo Kanduang (pemimpin wanita di Minang), raja-raja kecil di Sungai Pagu, Solok, Jambu Lipo. Punjung. Sawah Lunto, dan Sijujung memakai batik ini. Biasanya batik ini dipakai sebagai perlengkapan adat, bisa berupa selendang atau saluak/peci. Para Datuak memakai selendang dengan melingkarkannya di leher, sedangkan untuk kaum wanita melampirkan selendang itu di bahu dengan ujung kain pertama dililit dua kali di bahu kiri dan ujungnya disampirkan di tangan kanan melalui bagian belakang badan.
Batik Padang memiliki ciri khas unik dalam pemilihan corak dan warnanya. Media pewarna dasar kain berupa tanah liat dengan cara merendam dasar kain yang belum dibubuhi motif batik kedalam larutan tanah liat. Perendaman ini bisa memakan waktu lebih dari satu hari untuk mendapatkan ketahanan warna ttanah yang menyatu dengan kain. Setelah itu, kain dicuci bersih lalu proses pembatikan. Warna Batik Padang kebanyakan hitam, kuning, merah ungu. Keterbatasan warna karena batik ini menggunakan tanah liat sebagai pewarna. Terkadang Batik Padang menggunakan pewarna alam dan juga pewarna sintetis. Motif-motif Batik Padang, diantaranya yaitu motif kaluak paku, motif pucuk rebung, motif rangkiang, motif itik pulang patang, motif parang rusak, motif tumbuhan merambat atau akar berdaun, keluk daun pakis, dan lain-lain. Ada beberapa motifnya yang menyerupai atau sama dengan Batik Banyumas, Indramayu, Solo, dan Jogja.
Batik Minahasa
Kain Bentenan/Batik Minahasa
Kain Bentenan/Batik Minahasa
Kain Bentenan merupakan kain tradisional hasil karya Suku Minahasa yang ada sekitar abad ke-7, pada awalnya kain ini berbahan dasar dari serat kulit kayu yang disebut fuya, diambil dari pohon lahendong dan pohon Sawukouw, serta Nenas dan Pisang, disebut koffo dan serat bambu disebut wa’u yang kemudian dilakukan proses tenun secara tradisional. Sekitar abad ke-15, orang Minahasa mulai menenun dengan benang katun dan hasil tenunan inilah yang dinamakan Kain Batik Bentenan. Dari Desa Bentenan yang terletak di Pantai Timur Minahasa Tenggara (distrik Pasan, Ratahan, Ponosakan dan Tonsawang) inilah, kain batik Bentenan pertama. Ditemukan dan terakhir ditenun di daerah Ratahan pada tahun 1900.
Kain Bentenan memiliki tujuh motif, yaitu :
  • Tonilama (tenun dari benang putih, tidak berwarna dan merupakan kain putih),
  • Sinoi (tenun dengan benang warna warni dan berbentuk garis-garis),
  • Pinatikan (tenun dengan garis-garis motif jala dan bentuk segi enam, merupakan yang pertama ditenun di Minahasa),
  • Tinompak kuda (tenun dengan aneka motif berulang),
  • Tinonton mata (tenun dengan gambar manusia),
  • Ka’iwu patola (tenun dengan motif tenun Patola India),
  • Kokera (tenun dengan motif bunga warna-warni bersulam manik-manik).
Kain Bentenan yang asli saat ini bisa dilihat di Museum Nasional Jakarta, Museum Tropenmuseum, Amsterdam, Museum voor Land-en Volkenkunde, Rotterdam, Museum fur Volkenkunde, Frankfurt-am-Main, Jerman, Ethnographical Museum, Dresden, dan Indonesisch Ethografisch Museum. Kain Bentenan adalah pusaka terkubur dari Minahasa yang menuntut diselamatkan oleh generasi penerus yang peduli. Kain Bentenan telah lama menghilang dari kehidupan masyarakat Minahasa, bahkan di desa Bentenan, Sulawesi Utara pun sudah tidak dapat ditemui lagi orang yang mampu menenun kain itu. Atas prakarsa dari HIMSA (Himpunan Seni dan Budaya Minahasa) untuk pertama kali kain bentenan asli dibawa keluar Museum Nasional kembali ke Minahasa dengan kawalan langsung Ketua Museum Nasional saat itu. Kain tenun Bentenan asli motif Kaiwu Patola tersebut dipamerkan di kampus Universitas Sam Ratulangi pada 10-12 Juni 2005.
Melihat respon masyarakat, Yayasan Karema (Kreasi Masyarakat Sulawesi Utara), yang merupakan pengganti HIMSA, yang berdiri pada tanggal 3 November 2006, kemudian memproduksi kain Bentenan dalam bentuk print (dicetak) guna memenuhi kebutuhan masyarakat umum.
Batik Maluku
Batik Maluku
Batik Maluku
Batik Maluku memiliki ciri khas yaitu bermotif pala cengkih parang dan salawaku (senjata khas Maluku) serta jenis alat musik. Batik Maluku yaitu motif cengkeh gugur motif khas pulau Seram alat musik debur ombak dan budaya. juga beragam dari warna yang terang kalem biru laut bahkan. digunakan juga beragam yaitu kain katun. juga warga luar daerah juga minat. batik ini berasal dari Kalimantan Papua Jakarta bahkan Belanda. Maluku merupakan persembahan warga Maluku untuk menghadirkan ragam hias khusus yang digali dari adat budaya lama negeri-negeri di Tanah. ini dirancang dengan memadukan etnik tradisional dan teknik desain modern untuk tampilan yang lebih elegan dan kontemporer namun tetap dikerjakan secara tradisional sekali.
Para Pengrajin Batik Maluku selalu melakukan upaya agar batik khas Maluku ini bisa dikenal dan diterima oleh semua masyarakat maluku. Sebuah Upayanya yaitu melakukan pendekatan ke pemerintah daerah selain itu juga mengikuti pameran tingkat nasional di Jakarta serta menggelar pameran di Ambon maluku. Para Pemerintah daerah dapat membantu pihaknya dan pengusaha batik untuk mensosialisasikan Batik Maluku kepada PNS maupun para tamu yang berkunjung di daerah tersebut. instansi di pemerintah provinsi Pemkot Ambon dan kabupaten juga telah menggunakan batik bunga cengkih pada hari Kamis dan Jumat siang. Urun serta Perhatian pemerintah untuk menjadikan hari Kamis dan Jumat berpakaian batik dapat meningkatkan pendapatan pelaku usaha serta melestarikan budaya daerah melalui batik maluku.
Batik Nusa Tenggara
Batik Sasambo - Nusa Tenggara
Batik Sasambo - Nusa Tenggara
Daerah Nusa Tenggara juga memiliki batik dengan motif khasnya sendiri. Contohnya adalah batik Sasambo yang dijadikan sebagai pakaian batik resmi lokal NTB. Di NTT, juga terdapat batik. Bahkan setiap pulaunya bisa menghasilkan batik dengan keunikan masing-masing. Pulau Sumba misalnya batik tenunnya khas dengan motif hewan. Pulau Rote khas dengan motif daunnya.
Batik itu warisan budaya Nusantara. Seandainya kita tidak terpisah oleh penjajah, Malaysia itu juga termasuk nusantara. Kita itu dengan mereka dulunya satu. bedanya Malaysia dijajah Inggris, Indonesia dijajah Belanda. Tapi kita dengan mereka berbagi warisan budaya yang berakar dari leluhur yang sama. Seperti motif Batik Sumatera berbeda dengan motif batik Jawa dan motif Batik Papua, seperti itu juga bedanya motif batik Malaysia dengan motif batik Indonesia.

Sejarah Perkembangan Batik Pekalongan

Museum Batik Pekalongan
Meskipun tidak ada catatan resmi kapan batik mulai dikenal di Pekalongan, namun menurut perkiraan  batik sudah ada di Pekalongan sekitar tahun 1800. Bahkan,  motif batik Pekalongan sudah  dibuat tahun 1802; seperti motif pohon kecil berupa bahan baju. Namun perkembangan yang signifikan diperkirakan terjadi setelah perang besar pada tahun 1825-1830 di kerajaan Mataram yang sering disebut dengan perang Diponegoro atau perang Jawa. Dengan  terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah  baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik.
Pengrajin Batik Pekalongan Jaman Penjajahan
Pengrajin Batik Pekalongan Jaman Penjajahan
Secara umum perkembangan batik Pekalongan mengalami pasang surut. Pada tahun 1900-an batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat karena kenaikan permintaan baik dari dalam maupun luar negeri. Pada akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20 merupakan periode puncak dari peran kelompok wirausahawan pribumi. Industri batik dan garmen mengalami perkembangan pesat yang sebagian besar untuk memenuhi kebutuhan sandang dari golongan elit baru yang membawa perubahan besar dalam masyarakat Indonesia, antara lain dalam bidang ekonomi terjadi perubahan perindustrian yang membuka pasar dan peluang kerja yang luas. Terlebih lagi dengan dibangunnya jalur kereta api pantura sehingga pengangkutan batik dari Pekalongan ke berbagai daerah semakin mudah.
Balai Kota Pekalongan Tempo Doeloe
Balai Kota Pekalongan Tempo Doeloe
Pada perang dunia I industri batik mengalami penurunan dan mulai berkembang lagi pada tahun 1920-an. Pada tahun 1927 di kota Pekalongan terdapat 881 perusahaan batik dengan perincian 278 perusahaan batik di Onderdistrik Buwaran, 224di Onderdistrik Tirto, 124 di Onderdistrik Poncol dan 225 di Onderdistrik Kota. Batik kembali merosot pada masa malaise 1930 sehingga rang-orang yang sebelumnya kaya seperti tukang cap harus bertahan hidup dengan menangkap ikan di sawah dan di sungai. Banyak pengusaha yang ganti usaha membuka warung. Buruh-buruh diberhentikan dan istri-istri mencari nafkah dengan menjual apapun yang bisa dijual. Banyak orang meninggalkan desanya untuk mencari nafkah ditempat lain. Banyak penduduk desa pergi ke luar jawa untuk mencari penghidupan baru seperti ke Teluk Betung, Padang, Medan, Kutaraja dan tempat-tempat lainnya. Siang hari tidak ada asap yang mengepul dari dapur, mereka hanya makan sekali sehari pada sore hari. Kemunduran batik Pekalongan disebabkan oleh ketidakprofesionalan dalam usaha, penjualan hasil batik yang tidak wajar, ketidak tahuan hubungan antara penawaran dan permintaan, pendanaan yang tidak ekonomis, produksi yang tidak terencana, persaingan yang ketat dan usaha batik terbagi dalam ratusan usaha kecil.
Pasar Batik Setono Pekalongan
Pasar Batik Setono Pekalongan
Pada tahun 1939 di Pekalongan didirikan dua koperasi batik yaitu Koperasi Batik Setono dan Koperasi batik Pekajangan yang didukung oleh pengusaha batik seperti Mufti, Mastur, Ridwan, Zen Muhammad, Aman jahri dan beberapa tokoh lain. Tujuan pendirian koperais batik ini adalah untuk menghadapi persaingan dengan pengusaha Tionghoa. Pada awal penjajahan Jepang, pemerintah Jepang mengambil alih seluruh pabrik-pabrik tekstil di Jawa, termasuk perusahaan Belanda di Tegal yang memperkerjakan 12.000 penduduk pribumi. Produk tekstil ini digunakan untuk kepentingan tentara Jepang dan sisanya untuk orang-orang sipil. Bahan katun menjadi langka sebab pemerintah Jepang menyita katun yang ada di pasaran dan menyerahkan kepada sejumlah perusahaan kecil untuk dijadikan batik dengan kualitas terbaik dengan desain sesuai selera Jepang. Pada masa Jepang, pengusaha pribumi yang termasuk kaum pergerakan dimanfaatkan untuk menggantikan kedudukan pengusaha Tionghoa yang pada masa kolonial Belanda mendapat tempat terhormat.
Masyarakat Kedungwuni Pekalongan Era Kemerdekaan
Masyarakat Kedungwuni Pekalongan Era Kemerdekaan
Kondisi politik dan keamanan pada awal kemerdekaan masih belum stabil. Indonesia masih harus melakukan perjuangan untuk menghadapi dan melawan Belanda yang berkeinginan untuk kembali menancapkan kuku penjajahan di Indonesia. Upaya penjajah Belanda tersebut antara lain dengan melakukan penyerangan kepada bumi pertiwi yang dikenal dengan agresi militer Belanda ke II tahun 1949. Akibat agresi militer tersebut yaitu daerah-daerah yang sebelum agresi menjadi wilayah Republik Indonesia berubah menjadi wilayah pendudukan Belanda. Daerah-daerah pendudukan tersebut harus ditinggalkan oleh tentara-tentara Republik Indonesia. Daerah-daerah tersebut berubah menjadi daerah isolasi sehingga mengalami berbagai kesulitan terutama kesulitan ekonomi antara lain kesulitan dalam memenuhi kebutuhan sandang. Kota Pekalongan pada saat itu merupakan salah satu kota yang tidak termasuk daerah pendudukan Belanda, sehingga tidak mengalami masa-masa sulit dalam menghadapi blokade Belanda tersebut. Kondisi kesulitan memenuhi kebutuhan sandang yang dialami oleh daerah-daerah pendudukan Belanda justru mendatangkan peluang bagi industri batik Pekalongan untuk memenuhi kebutuhan sandang bagi daerah-daerah pendudukan Belanda. Kondisi ini merupakan cikal bakal kebangkitan industri batik Pekalongan menuju kejayaan yang membawa kesejahteraan bagi masyarakat Pekalongan secara luas.
Perkembangan Batik Pekalongan Antara Tahun 1950-1970.
Pengrajin Batik Pekalongan
Pengrajin Batik Pekalongan
Pertumbuhan ekonomi tidak akan lepas dari kebijakan yang ditempuh pemerintah sebagai pemegang dan pengambil keputusan. Kebijakan politik ekonomi yang diambil pemerintah sebagai pemegang kekuasan besar pengaruhnya terhadap tumbuh dan berkembangnya ekonomi dalam hal ini termasuk didalamnya tumbuh dan berkembangnya industri batik. Presiden Soekarno menaruh perhatian sungguh-sungguh kepada perkembangan industri batik. Pemerintah memandang batik tidak hanya sebagai industri yang mendatangkan keuntungan ekonomi tapi batik dijadikan sebagai sarana untuk menumbuhkan persatuan dan kesatuan bangsa. Pemerintah mendorong diupayakannya batik nasional yang bisa mewakili batik daerah-daerah nusantara. Kebijakan pemerintah dalam mendorong batik nasional sebagai sarana mewujudkan persatuan dan kesatuan sangat tepat, sebab pada masa itu persatuan dan kesatuan sangat diperlukan sebagai modal melawan musuh-musuh negara.
Pemerintah pada tahun 1950 mengeluarkan kebijakan bidang ekonomi yaitu program ekonomi kerakyatan. Kebijakan ekonomi kerakyatan yaitu suatu program bidang ekonomi yang ditujukan pada pemberdayaan rakyat dalam bidang ekonomi. Ekonomi kerakyatan hanya bisa diwujudkan jika kegiatan ekonomi tersebut melibatkan rakyat sebagai pelaku ekonomi dan sebagai penikmat hasil kegiatan ekonomi. Program ekonomi yang bertujuan membangkitkan ekonomi kerakyatan tersebut dinamakan Progam Benteng Program ini bertujuan untuk menumbuhkan kewirausahaan Indonesia dan nasionalisme ekonomi. Beberapa kebijakan pemerintah dalam menggerakan ekonomi kerakyatan khususnya dalam pengembangan industri batik yaitu mendorong pendirian koperasi batik, pemberian lisensi kepada pengusaha pribumi, pemberian kemudahan dalam mendapatkan pinjaman modal dari bank, dan kampanye pemakaian produk dalam negeri.
Pedagang Batik
Pedagang Batik
Akibat dari kebijakan ekonomi kerakyatan khususnya dalam bidang industri perbatikan adalah tumbuh dan berkembangnya industri batik khususnya di kota Pekalongan. Perkembangan industri batik terlihat pada perkembangan fungsi batik. Jika sebelumnya penggunaan busana batik hanya sebatas pada busana kain bawahan untuk perempuan ( jarik ) dan sarung mulai berkembang menjadi pakaian jadi misalnya bahan gaun untuk wanita dan kemeja untuk pria semenjak awal tahun 1952. Perkembangan selanjutnya batik menjadi aksesoris untuk topi, household misalnya sprei, bedcover, taplak meja, serbet dan lain-lain. Peningkatan fungsi batik menjadi bahan pakaian jadi mendorong industri batik meningkatkan produksi dan inovasi baik yang ada di kota Pekalongan atau sentra-sentra produksi batik lainnya. Pada masa itu sulit menemukan masyarakat Pekalongan yang menganggur. Semua orang bekerja termasuk anak-anak yang masih sekolah. Pulang sekolah anak-anak tersebut bekerja membantu orang tua sebagai buruh batik rumahan. Mereka ikut menikmati keuntungan baik secara ekonomi maupun pengetahuan dan ketrampilan membatik. Perkembangan dan peningkatan fungsi batik telah mendatangkan keuntungan dan kesejahteraan bagi masyarakat perbatikan kota Pekalongan secara finansial dan mengembangkan batik baik dalam hal ragam dan coraknya.

Batik Pekalongan

Pekalongan Kota Batik
Batik Pekalongan termasuk kesenian batik yang terkenal di Indonesia, bahkan hingga mancanegara sudah mengenal jenis batik dari daerah ini. Dan jika ada salah satu daerah yang dijuluki sebagai Kampung Batik Indonesia maka itu adalah kota Pekalongan. Batik Pekalongan merupakan batik pesisir yang paling kaya akan warna. Batik Pekalongan menggambarkan ciri kehidupan masyarakat pesisir yang mudah beradaptasi pengaruh budaya luar dan juga mampu mengadaptasi pengaruh batik pedalaman.
Sejarah batik Pekalongan tak lepas dari adanya pengaruh baik dari daerah lain maupun pengaruh dari luar. Pengaruh-pengaruh tersebut semakin memperkaya keanekaragaman batik Pekalongan itu sendiri. Hal-hal yang mempengaruhi batik Pekalongan diantaranya adalah:
Pengaruh Kraton Cirebon
Batik Cirebon, Taman Arum Sunyaragi
Batik Cirebon, Taman Arum Sunyaragi
Awal perkembangan batik yang erat hubungannya dengan pengaruh masa Kesultanan Cirebon terdapat pada batik Pekalongan. Hal ini disebabkan pada abad XV dan XVI Keraton Cirebon merupakan kiblat bagi budaya dan agama bagi penduduk di pesisir utara jawa. Perkembangan batik baik di Cirebon maupun Pekalongan tidak terlepas dari adanya hubungan kultural-lokal yang sumber utamanya bertolak dari sejarah bangunan yang ditunjang komponen pendukungnya. Pola hias batik Cirebon mendapat pengaruh antara lain bentuk ragam hias dari taman Sunyaragi dan keraton Pakungwati, sedangkan Pekalongan lebih banyak ke arah ragam hias dari keramik Tiongkok yang menghiasi Keraton kasepuhan dan makam Raja-raja Cirebon di Gunungjati.
Secara filosofi, para pengrajin batik Pekalongan telah menempatkan hiasan keramik Tiongkok sebagai manifestasi ikatan kebudayaan leluhur yang dalam lukisannya memiliki kefasihan dan kelembutan. Pemilihan ragam hias jenis tumbuhan yang sebagian besar menjadi objek utama dan banyak terdapat pada lukisan keramik Tiongkok. Selain itu ragam hias batik Pekalongan yang berbentuk binatang seperti burung pipit, burung merak, ular naga dan kupu-kupu turut melengkapi ragam hias tumbuhan. Pola-pola batik untuk kepentingan peribadatan mengadaptasi ragam-ragam hias bentuk-bentuk manusia dewa dalam kerajaan langit sesuai kepercayaam agama leluhur yang disebut Tok-Wi(Jenis batik yang digunakan untuk alas altar persembahyangan) orang Tionghoa. Pengaruh batik Cirebon pada perkembangan batik Pekalongan juga nampak pada penghargaan yang diberikan keraton Cirebon terhadap batik Pekalongan khususnya oleh kalangan ningrat Tionghoa. Penghargaan keraton Cirebon terhadap batik Pekalongan nampaknya bukan hanya disebabkan oleh ragam hias dari keramik dinasti Ming namun juga disebabkan oleh ciri khas batik Pekalongan yaitu cara pembuatan yang berbeda dengan cara pembuatan batik di daerah lain khususnya pada masa itu.
Batik Kraton Motif Parang
Batik Kraton Motif Parang
Pengaruh Kraton Mataram
Wilayah Pekalongan merupakan wilayah kerajaan Mataram maka perjalanan sejarah batik Pekalongan tidak lepas dari pengaruh kerajaan Mataram. Pengaruh batik Keraton atau batik pedalalam terhadap sejarah perkembangan batik Pekalongan secara nyata terjadi setelah Perang Diponegoro atau juga disebut Perang Jawa (1825-1830) di kerajaan Mataram. Terjadinya peperangan ini mendesak keluarga kraton serta para pengikutnya banyak yang meninggalkan daerah kerajaan. Mereka kemudian tersebar ke arah Timur dan Barat. Kemudian di daerah-daerah baru itu para keluarga dan pengikutnya mengembangkan batik. Ke timur batik Solo dan Yogyakarta menyempurnakan corak batik yang telah ada di Mojokerto serta Tulungagung hingga menyebar ke Gresik, Surabaya dan Madura. Sedang ke arah Barat batik berkembang di Banyumas, Kebumen, Tegal, Cirebon dan Pekalongan. Produksi batik tidak berhenti walaupun mereka telah tersingkir dari kehidupan kraton sebab batik merupakan sandang yang dipakai sehari-hari sehingga batik merupakan kebutuhan pokok.
Dengan adanya migrasi ini, maka batik Pekalongan yang telah ada sebelumnya semakin berkembang. Seiring berjalannya waktu, Batik Pekalongan mengalami perkembangan pesat dibandingkan dengan daerah lain. Di daerah ini batik berkembang di sekitar daerah pantai, yaitu di daerah Pekalongan kota dan daerah Buaran, Pekajangan serta Wonopringgo. Meskipun ciri-ciri batik Pekalongan motifnya mirip dengan batik Yogya atau batik Solo namun batik Pekalongan sangat bebas dan menarik karena dimodifikasi dengan banyak variasi warna yang atraktif. Banyak dijumpai juga batik Pekalongan yang memiliki banyak warna yang berbeda dengan kombinasi yang dinamis. Warna-warnanya yang mencolok terlihat sangat kontras jika dibandingkan dengan corak batik pedalaman seperti batik Solo dan Jogjakarta. Nama-nama batik Solo dan Jogya sangat bertolak belakang dengan batik Pekalongan yang memiliki beragam warna sesuai karakter masyarakatnya yang terbuka, bebas dan sangat marjinal. Batik Pekalongan menggambarkan ciri kehidupan masyarakat pantai yang mudah mengadaptasi pengaruh budaya luar dan juga mampu mengadaptasi pengaruh batik pedalaman.
Pengaruh Dari Luar
Batik Encim Pekalongan
Batik Encim Pekalongan
Perjumpaan masyarakat Pekalongan dengan berbagai bangsa seperti Tiongkok, Belanda, Arab, India, Melayu dan Jepang pada zaman lampau telah mewarnai dinamika pada motif dan tata warna seni batik Pekalongan. Sehubungan dengan itu beberapa jenis motif batik hasil pengaruh dari berbagai negara tersebut yang kemudian dikenal sebagai identitas batik Pekalongan. Motif itu, yaitu batik Jlamprang, diilhami dari Negeri India dan Arab. Lalu batik Encim dan Klengenan, dipengaruhi oleh orang Tionghoa. Batik Belanda, batik Pagi Sore, dan batik Jawa Hokokai, tumbuh pesat sejak pendudukan Jepang. 
Batik Jlamprang diilhami dari India dan Arab. Batik Encim dan Klengenan dipengaruhi dari peranakan Tionghoa. Batik Pagi Sore diilhami dari Belanda dan Batik Jawa Hokokai diilhami dari Jepang. Perkembangan budaya tehnik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain pada batik Pekalongan memang tidak lepas dari pengaruh negara-negara tersebut.
Tinjauan Antropologi Pekalongan
Perkembangan batik Pekalongan tidak sepenuhnya dikuasai pengusaha bermodal besar, akan tetapi bertopang pada ratusan pengusaha kecil dan hampir semua dikerjakan di rumah-rumah. Batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat, dan menjadi salah satu khasanah batik tradisional Indonesia. Penduduk Pekalongan berdasarkan asal keturunan/etnisnya dapat dibagi ke dalam tiga kelompok yaitu penduduk asli/pribumi, penduduk dari suku bangsa Indonesia yang lain, orang-orang Tionghoa, orang-orang Arab baik yang sudah menjadi WNI maupun yang masih WNA, dan orang asing.
Masyarakat Pekalongan dilihat dari perbedaan etnis terdiri dari tiga kelompok, yaitu kelompok etnis Jawa, Arab dan Tionghoa. 
Etnis Jawa
Kelompok etnis Jawa di bagi ke dalam tiga kelompok sosial yang masing-masing memiliki ciri tersendiri. Tiga kelompok sosial itu yaitu :
Wong kaji
Wong kaji merupakan golongan para haji yaitu orang yang telah melaksanakan ibadah haji, mengunjungi Baitullah (ka‟bah) di Mekkah, melakukan ibadah kepada Allah SWT pada waktu tertentu dengan cara tertentu secara tertib sebagai rukun Islam kelima. Wong kaji berperan dalam kehidupan beragama terutama dalam agama Islam, karena dianggap telah melaksanakan kesempurnaan ibadah rukun Islam. Bagi seorang muslim, ibadah haji merupakan kewajiban bagi yang mampu, sekali seumur hidup. Sehingga seorang muslim akan berusaha semaksimal mungkin untuk dapat melaksanakan kewajiban itu. Kondisi ini merupakan motivasi dan dorongan bagi pengusaha muslim untuk bekerja keras, berhemat, mengatur keuangan, membelanjakan sesuai keperluan, menabung dan penuh perhitungan yang sangat teliti. Posisi wong kaji dalam masyarakat dianggap terhormat karena dianggap orang yang tahu atau alim, berinisiatif membangun kemajuan dan memiliki modal dalam usaha pembatikan.
Wong priyayi
Pada umumnya merupakan orang yang menjabat sebagai pegawai negeri. Wong Priyayi biasanya mempunyai jabatan atau menjadi pegawai negeri dan disegani oleh masyarakt feodal di Pekalongan.
Wong cilik atau wong biasa
Terdiri dari para pekerja atau buruh, meliputi buruh-buruh pada perusahaan tekstil dan pembuatan batik tulis, nelayan, petani dan para tukang. Wong cilik seringkali dihubungkan dengan usaha pembatikan yang termasuk wong cilik adalah pembatik tulis, tukang celup, tukang ketel, tukang colet, tukang lorod, tukang kuwuk, dan pembuat batik cap. Wong cilik di Pekalongan memproduksi batik yang disebut batik Pegon dengan daerah penghasilnya Kalimati, Kletan dan Paesan. 
Etnis Tionghoa
Kelompok etnis Tionghoa di Pekalongan diperkirakan telah menetap sejak abad XVI. Daerah asal mereka adalah Kwantun atau Fukien di daerah Tiongkok  Selatan yang merupakan daerah pantai. Mereka melakukan migrasi karena faktor sosial ekonomis seperti tekanan yang terjadi karena padatnya penduduk di Tiongkok sehingga sulit mendapatkan mata pencaharian. Mereka kemudian melakukan penyesuaian dengan penduduk setempat salah satunya melakukan perkawinan. Dari perkawinan campuran dengan penduduk pribumi, unsur-unsur kebudayaan daerah Pekalongan mempengaruhi tata cara kehidupan sosial mereka. Setelah orang Tiongkok banyak berdatangan ke Pekalongan, pengaruh unsur kebudayaan Pekalongan berkurang terhadap tata cara kehidupan sosial orang Tionghoa.
Pada umumnya orang Tionghoa di Pekalongan menduduki lapisan masyarakat tingkat bawah seperti menjadi tukang, pedagang kecil dan menjadi kuli di berbagai perusahaan. Berdasarkan kepercayaan yang dianutnya, maka orang Tionghoa di Pekalongan umumnya menganut ajaran Kon Fu Tze atau Kristen.
Di Pekalongan, orang-orang Tionghoa pada umumnya telah menjadi warga negara Indonesia atau WNI. Mereka dominan memegang perekonomian terutama dalam bidang perdagangan bahan-bahan untuk pembatikan, pengusaha batik, pengusaha tekstil dan menjalankan berbagai toko.
Etnis Arab
Kelompok etnis Arab diperkirakan datang ada abad XV, bersamaan dengan masa perkembangan pertama agama Islam di Indonesia. Kedatangan orang-orang Arab ke Jawa didorong oleh usaha perdagangan untuk mencari daerah yang memungkinkan usaha mereka berkembang. Dengan mengenal dan mengetahui daerah asal barang yang dibutuhkan diharapkan mereka dapat menjual barang dengan harga lebih murah. Lama kelaman orang-orang Arab menetap di daerah pesisir utara Jawa sebagai daerah yang ramai oleh lalu lintas perdagangan. Pada orang-orang Arab di Pekalongan terdapat kelompok yang menyebut dirinya Hadarom yaitu orang Arab yang berasal dari Hadramaut. Ada juga yang menamakan dirinya Baal-wi sebagai keturunan langsung dari Nabi Muhammmad. Mereka memakai gelar Sayyid atau Habib. Orang Arab yang dilahirkan di Indonesia disebut Mual’at sedangkan orang Arab yang masih menjadi warga negara asing disebut Ulaiti. Orang-orang Arab di Pekalongan memakai sebutan Bin untuk menunjukkan dasar ikatan keluaga yang diambil dari garis keturunan Ayah. 
Orang Arab lebih dapat menyesuaikan diri dengan penduduk setempat karena faktor kesamaan agama dan mereka mempunyai pembawaan untuk dapat menyesuaikan diri kepada kebudayaan lain bila terdapat kesempatan untuk melakukannya. Orang Arab di Pekalongan berpusat di daerah Kampung Arab dan Desa Lego. Kebanyakan bermata pencaharian sebagai pedagang, penjual bahan-bahan pembatikan dan tekstil.
Seperti halnya daerah pantai utara jawa dimana Pekalongan sebagai pusat perkembangan batik. Pelaku perbatikan di Pekalongan di lakukan oleh tiga kelompok yaitu etnis China, etnis Arab dan Belanda.
Ragam Hias Batik Pekalongan
Batik Jlamprang, Batik Pekalongan pengaruh India & Arab
Batik Jlamprang, Batik Pekalongan pengaruh India & Arab
Perkembangan budaya tehnik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain yang kemudian disebut batik, memang tak bisa dilepaskan dari pengaruh budaya-budaya bangsa pendatang seperti Tionghoa, Arab dan India. Ini memperlihatkan konteks kelenturan batik dari masa ke masa. Batik Pekalongan menjadi sangat khas karena bertopang sepenuhnya pada ratusan pengusaha kecil, bukan pada segelintir pengusaha bermodal besar. Sejak berpuluh tahun lampau hingga sekarang, sebagian besar proses produksi batik Pekalongan dikerjakan di rumah-rumah. Akibatnya, batik Pekalongan menyatu erat dengan kehidupan masyarakat Pekalongan yang kini terbagi dalam dua wilayah administratif, yakni Kotamadya Pekalongan dan Kabupaten Pekalongan.
Batik Jlamprang diilhami dari India dan Arab. Batik Encim dan Klengenan dipengaruhi dari peranakan Tiongkok. Batik Pagi Sore diilhami dari Belanda dan Batik Jawa Hokokai diilhami dari Jepang. Perkembangan budaya tehnik cetak motif tutup celup dengan menggunakan malam (lilin) di atas kain, memang tidak lepas dari pengaruh negara-negara tersebut.
Penduduk pribumi yang semula merupakan buruh atau pekerja pada pedagang Tionghoa lambat laun mampu memproduksi batik sendiri bahkan kemudian berkembang tidak hanya menjadi pembatik rumahan tetapi sebagian mampu berkembang menjadi pengusaha batik. Tumbuhnya para pengusaha batik pribumi telah memperkaya ragam hias batik Pekalongan karena mereka menampilkan pola campuran yang memperkaya ragam hias batik asli dari masing-masing budaya. Pertemuan ketiga unsur dari masyarakat pembatikan Pekalongan ini akhirnya menjadi bagian terbesar dari ciri khas batik Pekalongan dengan segala ragam warna-warninya Contoh ragam batik Pekalongan yang merupakan campuran ragam hais adalah ragam hias salur pandan, bunga persik dan bunga rose dengan stirilisasi burung pipit serta burung merak yang bercorak Tionghoa mendapat isen latar pola kawung, gringsing atau parang yang merupakan pola asli tradisional.
Menurut gaya dan seleranya, serta dilihat dari segi ragam hiasnya maupun tata warnanya, batik daerah Pekalongan dapat digolongkan dalam 3 golongan:
Batik Encim
Batik Semarangan  Motif  Kembang Cengkeh
Batik Semarangan  Motif  Kembang Cengkeh
Batik Encim dikenal dengan tatawarna khas Tiongkok, dan sering mengingatkan pada benda-benda porselin Cina. Batik encim Pekalongan tampaknya condong pada tata warna porselin famille rose, famille verte dan sebagainya. Ragam hiasnya dapat digolongan atas tiga jenis ragam hias yaitu :

  • Ragam hias buketan, yang biasanya memiliki tata warna famili rose, famili verte dan sebagainya.
  • Ragam hias simbolis kebudayaan Tiongkok dengan motif seperti burung hong (kebahagiaan), naga ( kesiagaan), banji (kehidupan abadi), kilin (kekuasaan), kupu-kupu dan beberapa lagi.
  • Ragam hias yang bercorak lukisan, seperti arakan pengantin Tionghoa ada pula yang bercorak yang diilhami oleh cerita/dongeng misalnya Batik Sam Pek Eng Tay.
Pemilihan warna yang mencolok dari batik Pekalongan tampaknya tidak sekedar sebagai pelengkap pola hias. Selain pengaruh warna biru putih keramik Tiongkok dari dinasti Ming yang diproduksi abad XVII –XVIII, diproduksi pula batik-batik dengan berbagai warna. Pengkespresian warna ke dalam benda-benda yang memiliki mitos kosmologi itu menerangkan tentang proses penciptaan alam jagad raya yang melibatkan dua kekuatan yaitu ying dan yang.
Batik encim juga mendapat pengaruh dari batik Solo-Jogya antara lain batik Cempaka Mulya yang merupakan kain batik untuk pengantin Tionghoa. Yang menarik lagi adalah penggunaan ragam hias tanahan (latar) batik Encim dari daerah Pekalongan yang dinamakan Semarangan. Yang termasuk ragam hias Semarangan antara lain kembang cengkeh, grindilan dan semacamnya.
Batik Belanda
Motif Buketan Bunga Batik Belanda
Motif Buketan Bunga Batik Belanda
Kain batik Pekalongan yang bergaya dan berselerakan Belanda, antara lain batik dari juragan batik E. van Zuylen, Metz, Yans dan beberapa nama 
lagi. Namun yang sangat terkenal adalah batik Van Zuylen. Kebanyakan batik yang bergaya Belanda ini umumnya merupakan kain sarung. Mungkin hal ini dikarenakan kain sarung lebih mudah pemakainnya bagi kaum pendatang. Dalam kelompok batik ini terlihat ragam hias buketan yang biasanya terdiri dari flora yang tumbuh dinegeri Belanda seperti bunga krisan, buah anggur, dan rangkaian bunga Eropa. Dikenal juga ragam hias kartu bridge yang merupakan permainan kartu dari kalangan pendatang barat. Juga terdapat ragam hais berupa lambang bagi masyarakat eropa antaralain cupido (lambang cinta), tapak kuda dan klavderblad (lambang keberuntungan) dan juga ragam hias yang berasal dari cerita / dongeng misalnya putri salju, cinderella dan lain-lain.
Batik Pribumi
Disamping batik yang bergaya Tionghoa dan Belanda ini ada pula batik yang berselerakan pribumi. Batik bergaya pribumi ini umunya sangat cerah dan meriah dalam tata warnanya. Tak jarang pada sehelai kain batik dijumpai 8 warna yang sangat berani, tetapi sangat menakjubkan serta secara keseluruhan sangat menarik. Ragam hiasnya sangat bebas, meskipun disini banyak terlihat ragam hias tradisional batik kraton dari Solo-Yogya seperti ragam hias lar, parang, meru dan lain-lain yang telah mengalami sedikit perubahan dalam gayanya. Ragam hias yang dikembangkan oleh pribumi antara lain Merak kesimpir, Tambal, Jlamprang yang mempunyai kemiripan dengan ragam hias dari Solo-Jogya, ragam hias Terang bulan, dan batik dengan ragam hias tenunan palekat. Beberapa orang yang ikut mengembangkan batik Pekalongan pada jaman sebelum kemerdekaan adalah Ny. Barun Mohammad, Ny.Sastromuljono, dan Ny.Fatima Sugeng.
Perbedaan karakteristik batik Pekalongan juga dapat dilihat dari cara atau tehnik pewarnaan. Ketika daerah lain masih menggunakan tehnik celup (dipping technique) dalam hal pewarnaan, maka selain tehnik tersebut, tehnik melukis (natural brushing technique) juga sudah digunakan oleh para pengrajin. Tehnik pewarnaan ini mulai digunakan semenjak bahan pewarna masuk dalam industri batik di Pekalongan. Sistem melukis ini mempermudah dalam mencapai warna yang dikehendaki pada saat yang bersamaan, sehingga setiap detail ragam hias dapat dilukis dan diwarnai dengan cepat dan sempurna sesuai dengan aslinya. Tehnik pewarnaan dengan menggunakan kuas ini bukan suatu yang baru sebab tehnik tersebut erat kaitannya dengan pengaruh tehnik pewarnaan sutra dan porselin dari bangsa Tiongkok.

Cara Menentukan Kualitas Batik

Presiden Jokowi Belanja Batik di Cirebon
Seringkali kita bertanya-tanya bagaimana cara menentukan kualitas batik yang akan kita beli. Kualitas kain batik yang kita beli akan memengaruhi kenyamanan saat memakainya. Semakin bagus kualitas kain batik, maka harganya juga akan semakin mahal. Namun demikian, yang sangat menentukan tinggi rendahnya harga sehelai kain batik adalah tingkat kesulitan proses pembuatannya.
Bagi Anda yang sangat memerhatikan kualitas untuk barang-barang yang digunakan, memilih kain batik berkualitas bagus pasti menjadi suatu hal penting. Berikut beberapa tips yang bisa digunakan saat memilih kain batik.
Jenis Batik
Perhatikan jenis kain batik sebelum membeli, apakah batik tulis atau batik cetak/cap. Biasanya, kain pada batik tulis memiliki kualitas yang lebih baik dibanding batik cetak atau cap.  Di samping itu, harganya pun juga jauh lebih mahal. Hal ini karena dibutuhkan keterampilan saat proses pembuatannya, disamping itu waktu pembuatan dari batik tulis lebih lama dan lebih rumit jika dibandingkan dengan batik cap atau cetak.  Untuk membedakan atara batik tulis atau cap, batik tulis tiap-tiap corak gambar yang ada pada kain berbeda antara satu sama lain, sedang pada batik cetak/cap sama.  Hal ini disebabkan oleh human error saat pencantingan pada batik tulis, dan dari hal inilah yang menjadikan batik tulis lebih bernilai seni tinggi.
Jenis Bahan.
Terdapat lima jenis bahan (kain) dalam pembuatan batik.
A.  Kain Sutera
Sejak jaman dahulu, sutra telah digunakan untuk pakaian yang istimewa. Saat mengenakan pakaian yang terbuat dari sutra, kita akan merasakan kenyamanan dan kelembutan dari bahan sutra tersebut.
B.  Kain Serat Nanas
Serat nanas teksturnya kasar mirip dobi. Biasanya terlihat sulur-sulur pada kain tersebut dan mengkilap. Hampir semua kain mempunyai tingkatan dari yang paling kasar sampai yang paling halus.Tergantung dari pencampuran bahan dasar pembuatan kain.
C. Kain Paris
Kain Paristeksturnya lembut dan jatuh. Bahannya tipis dengan serat kain yang kuat. Kain paris pun memiliki tingkatan-tingkatan seperti kain-kain yang lain.
D. Kain Katun
Terdapat 3 jenis kain katun yang biasanya digunakan dalam pembuatan batik, dan jika diurutkan berdasarkan kualitasnya maka:
1.  Polisima
2.  Primissima
3.  Prima
Seperti halnya kain katun, kain mori mempunyai beberapa tingkatan berdasarkan kualitasnya; yaitu:
1.  Mori Primissima
2.  Mori Prima
3.  Mori Biru
Kualitas Pewarnaan
Rabalah warna cat yang terdapat pada kain batik. Pastikan warna yang ada di sana tidak menempel pada tangan Anda. Bila warna cat meninggalkan bekas di tangan berarti pewarna kain yang digunakan memiliki kualitas rendah. Hal ini bisa menyebabkan luntur sehingga lambat laun kain batik Anda menjadi pudar.
Kualitas Cetakan
Cobalah untuk membalik bahan kain batik yang akan Anda beli. Kain batik dengan kualitas bagus biasanya memiliki cetakan luar dan dalam yang sama. Jadi, ketika Anda membalik kain batik, motif dan warna yang ada di bagian dalam sama dengan bagian luar. Ini menunjukkan kain tersebut telah melalui proses pembuatan yang detail dan lebih awet ketimbang kain batik yang bagian luar dan dalamnya berbeda.
Disamping beberapa tips diatas, cobalah untuk menempelkan kain batik yang ingin anda beli ke kulit, jika anda merasakan kain terasa dingin jika dikenakan ini artinya bahan batik tersebut merupakan kain dengan kualitas bagus.  Biasanya kain batik jenis ini juga tidak akan mudah kusam meskipun Anda telah mencucinya berkali-kali. Dan juga jangan takut ketika Anda menemukan kain batik yang tampak kaku, karena hal ini memang sering terjadi dan akan melunak sendiri setelah dicuci.
Demikian batikdan menyarikan dari berbagai sumber tentang tips cara menentukan kualitas batik bagi anda, semoga bermanfaat.

Batik Kraton

Batik Motif Kraton
Pada zaman dahulu, pembuatan batik yang pada tahap pembatikannya hanya dikerjakan oleh putri-putri di lingkungan kraton dipandang sebagai kegiatan penuh nilai kerokhanian yang memerlukan pemusatan pikiran, kesabaran, dan kebersihan jiwa dengan dilandasi permohonan, petunjuk, dan ridho Tuhan Yang Maha Esa. Itulah sebabnya ragam hias wastra batik senantiasa menonjolkan keindahan abadi dan mengandung nilai-nilai perlambang yang berkait erat dengan latar belakang penciptaan, penggunaan, dan penghargaan yang dimilikinya.
Batik kraton adalah wastra batik dengan pola tradisional, terutama yang semula tumbuh dan berkembang di kraton-kraton Jawa. Tata susunan ragam hias dan pewarnaannya merupakan paduan mengagumkan antara matra seni, adat, pandangan hidup, dan kepribadian lingkungan yang melahirkannya, yaitu lingkungan kraton.
Pada awalnya pembuatan batik Kraton secara keseluruhan yaitu mulai dari penciptaan ragam hias hingga pencelupan akhir, kesemuanya dikerjakan di dalam Kraton dan dibuat khusus hanya untuk keluarga raja. Seiring dengan kebutuhan wastra batik di lingkungan Kraton yang semakin meningkat, maka pembuatannya tidak lagi memungkinkan jika hanya bergantung kepada putri-putri dan para abdi dalem di Kraton, sehingga diatasi dengan pembuatan batik diluar Kraton oleh kerabat dan abdi dalem yang bertempat tinggal di luar Kraton. Usaha rumah tangga ini berkembang menjadi industri yang dikelola oleh para saudagadan mulai berkembang di luar Kraton dalam bentuk batik Sudagaran dan Batik Pedesaan. Batik Kraton terdapat di Kasunanan Surakarta, Kasultanan Jogjakarta, Pura Mangkunegaran dan Pura Pakualaman. Perbedaan utama dari keempat Batik Kraton terletak pada bentuk, ukuran, patra dan nuansa warna soga (coklat).
Batik Kraton Jogjakarta
Desain Batik Kraton Jogjakarta, Grompol
Desain Batik Kraton Jogjakarta, Grompol
Jogjakarta sebagai ibukota dan kerajaan di Jawa, dikenal sebagai jantung seni batik. Desain batik Jogja sangat unik yaitu mengembangkan kombinasi beberapa motif geometris.Contoh desain Batik Jogja adalah: Grompol dan Nitik.
Grompol biasa digunakan untuk acara pernikahan. Grompol berarti datang bersama, menyimbolkan kehadiran bersama semua hal yang baik, seperti; nasib baik, kebahagiaan, anak dan perkawinan yang harmonis. Nitik merupakan motif yang banyak ditemui di Jogja. Selama perayaan tahunan kolonial (Jaarbeurs) di masa penjajahan Belanda, seorang produsen batik memberinama Nitik Jaarbeurs untuk motif yang mendapat penghargaan.
Batik Kraton Surakarta
Batik Surakarta: Sawat/Lar
Batik Surakarta: Sawat/Lar
Surakarta atau Solo adalah satu dari dua kesultanan Jawa, dengan segala tradisi dan adat-istiadat kraton yang merupakan pusat kebudayaan Hindu-Jawa. Kraton bukan hanya kediaman raja, tetapi juga pusat pemerintahan, keagamaan dan kebudayaan yang direfleksikan dalam seni daerah, terutama pada ciri batiknya: motif, warna dan aturan-aturan pemakaiannya. Di Solo terdapat beberapa aturan khusus tentang pemakaian batik, meliputi: satus tsosial pemakai dan acara khusus di mana batik harus digunakan dalam hubungannya dengan harapan atau berkah yang disimbolisasi melalui desain batik.
Desain batik Solo juga sering dihubungkan dengan kultur Hindu Jawa, simbol Sawat dari mahkota atau kekuasaan tertinggi, simbol Meru dari gunung atau bumi, simbol Naga dari air, simbol Burung dari angin atau dunia bagian atas dan simbol Lidah Api dari api. Beberapadesain tradisional yang dipakai pada acara-acara penting, misalnya: Satria Manah dan Semen Rante yang dikenakan pada saat acara lamaran pengantin.
Batik Surakarta, Desain Kain Panjang
Batik Surakarta, Desain Kain Panjang
Desain Kain Panjang dibuat dalam workshop Panembahan Hardjonagoro, Surakarta pada awal 80'an, bermotif kombinasi pengaruh beberapa daerah, tetapi secara keseluruhan gaya dan warnanya tipikal desain Solo. Kain panjang adalah kain dua kali setengah meter, yang digunakan sebagai sarung formal.
Batik Pura Mangkunegaran
Gaya motif Pura Mangkunegaran serupa dengan batik Karaton Surakarta, tetapi dengan warna soga cokelat kekuningan. Meski demikian batik pura Mangkunegaran selangkah lebih maju dalam penciptaan motif. Hal ini tampak dari banyaknya motif batik pura Mangkunegaran. Motif batik pura Mangkunegaran antara lain: buketan pakis (karya Ibu Bei Madusari), sapanti nata, ole-ole, wahyu tumurun, parang kesit barong, parang sondher, parang klithik glebag seruni, liris cemeng (karya Ibu Kanjeng Mangunkusumo).
Batik Pura Pakualaman
Pada awalnya wilayah Pakualaman merupakan bagian dari Kasultanan Yogyakarta. Pada tahun 1813 Kasultanan dibelah menjadi Kasultanan Ngayogjakarta dan Kadipaten Pakualaman sebagai akibat persengketaan antara Kasultanan Yogyakarta dengan Letnan Gubernur Jendral Inggris, Thomas Stamford Raffles. Oleh karena itu unsur budaya dan motif batiknya memiliki bayak persamaan.
Gaya motif pura Pakualaman berubah sejak Sri Paku Alam VII mempersunting putri Sri Susuhunan Paku Buwono X. Sehingga kemudian motif batik Pakualaman kemudian tampil dalam paduan antara motif batik Yogyakarta dan warna batik karaton Surakarta. Motif batik Pakualaman diantaranya : candi baruna, peksi manyura, parang barong seling sisik, parang klitik seling ceplok, parang rusak seling huk, sawat manak, babon angrem.
Batik Keraton Cirebon
Cirebon dibawah pemerintahan Sunan Gunung Jati merupakan pusat kerajaan islam tertua di Jawa dan sekaligur merupakan pelabuhan penting dalam jalur perdagangan dari Persia, India, Arab, Eropa dan Cina. Kedua karatonnya, yaitu kasepuhan dan kanoman, menghasilkan batik dengan motif dan gaya yang tidak terdapat di daerah lain. Motif batik cirebon menunjukkan adanya pengaruh budaya Cina. Hal ini tampak pada bentuk penghiasan yang mendatar seperti lukisan ragam hias khas mega dan walasan dalam mega mendung dan wadasan. Beberapa contoh batik lainnya adalah : batik kereta kasepuhan, kapal kandas, peksi naga liman, cerita panji.
Batik Keraton Sumenep
Sumenep terletak di timur pulau Madura yang masih memiliki karaton yang masih terpelihara hingga sekarang. Berbeda dengan batik Madura batik sumeneb berwarna kecokelatan soga, hampir menyerupau batik dari karaton Mataram. Meski demikian juga terdapat batik biru tua, atau hitam dan putih namun dengan tambahan sedikit rona hijau dan merah. Ragam hias sawat dan lar diperkirakan merupakan pengaruh Mataram ketika Mataram menguasai Sumenep. Beberapa contoh batiknya adalah : lar, sekar jagad, lereng, limar buket, carcena lobang.
Batik Pengaruh Kraton
Batik Pengaruh Kraton menampilkan desain perpaduan ragam hias utama batik Kraton Mataram dengan ragam hias khas daerah yang dikembangkan sesuai selera masyarakat, lingkungan alam maupun budayanya.
Pada masa pemerintahan Sultan Agung, seni dan budaya
Kraton Mataram tersebar luas dan Kraton merupakan pusat kegiatan negara, yaitu pemerintahan, agama dan seni-budaya. Oleh karena itu, batik dibawa serta oleh pengikut-pengikut raja. Beberapa penyebaran batik Kraton diantranya terjadi di Banyumas oleh Pangeran Puger yang masih kerabat Kasultanan Jogjakarta, di Madura pada saat Sultan Agung menaklukan Madura dan di Cirebon pada saat Sultan Agung mempersunting putri Kraton Cirebon, sehingga batik Kraton berkembang di Cirebon, Indramayu, Ciamis, Tasikmalaya dan Garut. Komposisi warna pada batik Pengaruh Kraton sangat dipengaruhi oleh lingkungan masyarakat sekitar tempat batik tersebut berkembang.

Batik Pesisir

BatiK Pesisir Yang Dipengaruhi Motif Kraton
Pada zaman penjajahan Belanda, batik dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yakni batik vorstenlanden dan batik pesisir. Yang disebut batik vorstenlanden adalah batik dari daerah Solo dan Yogyakarta, sedangkan batik pesisir adalah semua batik yang pembuatannya dikerjakan di luar daerah Solo dan Yogyakarta.
Istilah batik "pesisir" muncul karena letaknya berada di daerah pesisir utara pulau jawa seperti Cirebon, Indramayu, Lasem, Bakaran, dan lain sebagainya. Pola yang ada pada batik pesisir lebih bebas dan warnanya lebih beraneka ragam, dikarenakan pengaruh budaya luar yang begitu kuat. Tidak seperti batik keraton, batik pesisir lebih ditujukan sebagai barang dagangan. Di samping itu budaya luar pada batik pesisir sangat mempengaruhi bentuk ragam hias batik-nya terutama pada saat masuknya agama Islam pada abad 16. Ragam flora non figuratif menjadi alternatif dalam motif batik pesisir dikarenakan adanya larangan dikalangan ulama Islam dalam menggambar bentuk-bentuk figuratif.
Dalam sejarah perkembangan batik pesisir mengalami kemajuan sekitar abad ke-19, hal yang menyebabkan kemajuannya adalah karena adanya kemunduran produksi tekstil dari India yang selama itu menjadi salah satu produsen kain terbesar yang dijual ke pulau jawa dan mengakibatkan banyak konsumen beralih ke kain batik.
Puncak perkembangan batik pesisir adalah di masa pengusaha Indo-Belanda yang berperan pada usaha pembatikan. Batik tersebut dikenal dengan nama "Batik Belanda". Selain pengusaha dari belanda pengusaha Tionghoa juga ikut dalam usaha pengembangan batik pesisir.
Batik pesisir memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
- Ragam hias batik-nya bersifat natural dan mendapat pengaruh kebudayaan asing secara dominan.
- Warna beraneka ragam
Batik pesisir terbagi menjadi delapan model :
1. Batik pesisir tradisional yang merah biru
2. Batik hasil pengembangan pengusaha keturunan, khususnya Tionghoa dan indo Eropa
3. Batik yang dipengaruhi kuat oleh Belanda
4. Batik yang mencerminkan kekuasaan kolonial
5. Batik hasil modifikasi pengusaha Tionghoayang ditujukan untuk kebutuhan kalangan Tionghoa
6. Kain panjang
7. Batik hasil pengembangan dari model batik merah biru
8. Kain adat
Berdasarkan motifnya batik pesisir terdiri dari:

Motif Batik Khas Tiongkok

Batik Encim Pekalongan
Batik Tionghoa adalah jenis batik yang dibuat oleh pengusaha Tionghoa yang kebanyakan hidup di kota pantai utara Jawa. Patra batiknya menampilkan ragam hias satwa mitos Tiongkok seperti naga, singa, burung phoenix atau hong, kura–kura, kilin, dewa dan dewi ataupun ragam hias keramik Tiongkok, serta ragam hias berbentuk mega. Batik Tionghoa yang dipengaruhi patra batik Belanda yang mulai berkembang kurang lebih 10 tahun sebelum batik Tionghoa, juga menggunakan ragam hias bunga dan buket lengkap dengan kupu–kupu dan burung–burungnya. Ada pula patra batik Tionghoa yang menggunakan ragam hias batik Kraton dan warna soga.  Hingga saat ini yang dapat menyamai halusnya batik Belanda adalah batik Tionghoa, baik dalam teknik maupun patra.
Batik Tionghoa Sarung Tiga Negeri
Batik Tionghoa Sarung Tiga Negeri
Pada awalnya batik Tionghoa hanya digunakan sebagai pelengkap upacara keagamaan. Oleh karena itu, sebelum 1910 batik Tionghoa hanya berupa Tokwi (kain altar), Mukli (taplak meja besar) dan kain batik untuk hiasan dinding dan umbul-umbul yang warnanya masih terbatas pada warna biru Indigo dan merah Mengkudu. Produk batik Tionghoa ada pula yang berupa sarung, dengan patra mirip patra tekstil atau hiasan keramik Tiongkok, yang pada umumnya mempunyai arti filosofis seperti banji (lambang kebahagiaan) dan kelelawar (lambang nasib baik).
Setelah tahun 1910, patra dan warna dari batik Tionghoa mengalami perubahan karena lebih banyak digunakan sebagai busana.  Perkembangan tersebut juga dipicu dengan keadaan pasar yang dibanjiri oleh batik Belanda. Pedagang Tionghoa memanfaatkan peluang ini dengan membuat batik yang patra dan warnanya cenderung dipengaruhi batik Belanda dan unsur budaya Eropa. Batik Tionghoa  juga dibuat untuk masyarakat pedalaman, dengan menampilkan warna dan patra batik Kraton. Jenis batik ini disebut "Batik Tiga Negri”, karena membuatnya melibatkan tiga daerah pembatikan, yaitu Lasem untuk warna merah, Kudus dan Pekalongan untuk warna biru, dan Surakarta, Jogjakarta dan Banyumas untuk warna coklat.
Batik Tionghoa, Sarung Jawa Hokokai
Batik Tionghoa, Sarung Jawa Hokokai
Batik Tionghoa lain yang sangat khas adalah batik Batik Djawa Hokokai yang menampilkan pengaruh budaya Jepang, baik warna maupun patranya, dan dibuat pada era penjajahan Jepang (tahun 1942 – 1945). Format batiknya dibuat dengan format “pagi–sore”, karena pada satu helai kain terdapat dua macam patra batik pada kedua sisi kain. Patra–patra batik Djawa Hokokai tersusun dari ragam hias bernuansa Jepang misalnya bunga Sakura, bunga Seruni, burung Merak dan kupu–kupu, dan warnanya-pun terdiri dari warna–warna yang merupakan selera orang Jepang.
Meski mengandung kesamaan dalam unsur budaya luar Indonesia, batik Belanda dan batik Tionghoa berbeda dari segi pendekatan rohaniah-nya. Patra dan warna batik Tionghoa masih banyak mengandung makna filosofis. Batik Tionghoa terutama terdapat di daerah pesisir seperti Cirebon, Pekalongan. Lasem, Demak dan Kudus. Batik Tionghoa yang terkenal antara lain karya Oey Soe Tjoen (Kedungwuni – Pekalongan), The Tie Siet, Oey Soen King, Liem Siok Hien dan Oey Koh Sing. Oey Soe Tjoen adalah batik paling dikenal di seluruh dunia karena keindahannya.
Hal yang mendorong munculnya batik-batik dengan ragam hias yang berasal dari budaya Tionghoa adalah cara berpakaian para penduduk di kota-kota pelabuhan yang menggunakan batik diikuti oleh orang-orang Tionghoa , yang wanita menggunakan sarting atau kain batik, sedangkan yang pria menggunakan celana dari bahan batik.
Kehalusan batik Tionghoa dapat dikatakan menyamai batik Belanda, baik dalam teknik maupun pola. Pola-pola batik Tionghoa  lebih dimensional, suatu efek yang diperolah karena penggunaan perbedaan ketebalan dari satu warna dengan warna lain, isen pola yang rurnit, seperti cecek yang ditata dengan berbagai tata susun. Penampilan warna yang luar biasa ini ditunjang oleh penggunaan zat warna sintetis jauh sebelum orang-orang Indo-Belanda menggunakannya.
Batik Lasem Bermotif Naga dan Burung Hong
Batik Lasem Bermotif Naga dan Burung Hong
Batik seringkali menampilkan pola-pola dengan ragam hias satwa mitos Tiongkok, seperti:
- naga
- singa
- burung phoenix (burung Hong)
- kura-kura
- kilin (anjing berkepala singa)
- dewa-dewi
- ragam hias yang berasal dari keramik Tiongkokkuno dan
- ragam hias berbentuk mega dengan warna merah dan biru
- ragam hias buketan atau bunga-bungaan, ter-utama batik Tionghoayang dipengaruhi pola batik Belanda dan menggunakan warna seperti batik Belanda.
Adapun ragam hias yang terdapat pada batik Tionghoatersebut merupakan perlambang atau mempunyai makna khusus, seperti:
Kupu-kupu dan Bebek Mandarin, sering digunakan sebagai simbol cinta abadi. Kupu-kupu dianggap sebagai penjelmaan pasangan Romeo-Julietnya Tionghoa (Sampek-Engtay) maka yang menjadikan bebek mandarin sebagai simbol adalah karena unggas ini hanya memiliki satu pasangan hidup sepanjang hayatnya.
Naga,dipercaya sebagai makhluk penjelmaan dewa. Makhluk ini digambarkan sebagai makhluk supranatural yang baik dan bijak. Selain itu naga pun manjadi simbol laki-laki (Yang), yang melambangkan kesuburan, hujan, di musim semi, dan hujan secara umum. oleh karena itu Naga di timur disebut juga sebagai Qinglong atau naga biru.
Burung Hong, dalam catatan sejarah musim semi dan musim gugur yang ditulis pada abad ke-4 SM, digambarkan bahwa burung hong jantan adalah salah satu simbol negeri yang diperintah oleh raja yang bijaksana. Burung Hong merupakan pemimpin hewan-hewan berbulu, jika penggambarannya bersama dengan naga, maka burung hong merupakan simbol permaisuri yang mendampingi sang kaisar (naga).
Bunga Peony, merupakan lambang dari orang yang dicintai jika digabungkan dengan burung Hong)

BUKU KAMI DI GOOGLE BOOKS

title

BUKU NOVEL KOMEDI ANAK SEKOLAH
 
Support : Batik Tradisional Indonesia | Motif Batik | Keanekaragaman Batik
Copyright © 2013. Batik Tradisional Indonesia - All Rights Reserved
Template Created by Creating Website Published by BatikDan
Proudly powered by Blogger